Tim dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) ITS itu dipimpin Dr Ir Amien Widodo MSi. Tim ini juga datang bersama tim DLH Kota Surabaya.
Di lokasi, tim melihat langsung sekaligus mengambil sampel tanah yang selanjutnya akan diuji di Laboratorium Energi ITS. Amien membenarkan asap tersebut keluar dari tanah yang menyebabkan kayu dan koran yang coba dimasukkan langsung terbakar.
Dari hasil kunjungan di lapangan, dosen Departemen Teknik Geofisika ini bersama tim menemukan beberapa fakta menarik. Tanah berasap tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dengan tanah yang ada di sekitarnya. Tanah berasap memiliki ukuran pasir, sedangkan tanah sekitarnya memiliki ukuran lempung dari endapan aluvial.
"Dari segi warnanya juga berbeda, tanah berasap memiliki warna yang lebih hitam dan mengkilap," ungkap Amien.
Amien menjelaskan fenomena tersebut tidak hanya sekali terjadi di Jawa Timur. Sebelumnya di kawasan Kutisari, Surabaya dan Sampang, Madura juga pernah mengalami kejadian serupa.
"Memang secara alami daerah di Jawa Timur ini adalah cekungan minyak dan gas bumi," papar dosen asal Jogjakarta ini.
Namun setelah diamati, Amien berpendapat, kemungkinan tanah berasap di Depo Sidotopo tidak berasal dari gas alam. Amien meyakini hal tersebut, lantaran asap yang keluar dinilai masih normal.
"Asapnya tidak besar, jadi kemungkinan bukan dari gas alam," ujar Amien.
Melanjutkan hal tersebut, dosen lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyampaikan, ada beberapa kemungkinan faktor penyebab fenomena tersebut. Kemungkinan pertama yaitu keberadaan sisa batubara yang dibuang di area Depo Sidotopo.
![]() |
"Batu bara ini berasal dari bahan bakar kereta api zaman dahulu yang tersisa dan menumpuk sehingga keluar asap," tutur dosen yang aktif meneliti masalah bencana ini.
Tak hanya itu, Amien menilai, kemarau yang panjang juga bisa menjadi faktor berikutnya. "Kemarau panjang ini semakin membuat tumpukan batubara membara dan mengeluarkan asap," lanjutnya.
Amien menambahkan, faktor lainya yaitu adanya sampah dari beberapa tahun lalu yang sengaja dibuang ke area tersebut. Sampah-sampah ini kemudian memicu terbentuknya biomassa.
"Biomassa inilah yang mungkin menyebabkan tanah tersebut berasap," ungkap Amien.
Amien menjelaskan, hingga saat ini sampel tanah dari Depo Sidotopo masih diteliti bersama dengan melibatkan beberapa dosen Departemen Teknik Geomatika dan juga DLH Kota Surabaya. Beliau berharap, survei ini dapat membantu memberi informasi kepada masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lagi saat fenomena ini terulang kembali.
"Jangan terlalu panik, ini adalah fenomena yang sering dan lumrah terjadi," tandas Amien. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini