"Kebijakan tersebut semestinya dilandaskan atas penilaian objektif dengan alat ukur indikator yang jelas, bukan karena sentimen tertentu," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada detikcom, Selasa (24/12/2019).
Kurnia mewanti-wanti KPK soal mekanisme yang objektif ini. Baginya, jika proses tersebut tidak dilakukan dengan objektif, timbul kecurigaan kelima pimpinan KPK yang baru sedang melakukan politik balas dendam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tonton juga video Dewas KPK Dituduh Berisi Orang Jokowi, Mahfud MD: Namanya Demokrasi:
Kurnia tidak menjelaskan secara spesifik politik balas dendam yang dia maksud. Namun, dia kembali mewanti-wanti jika objektivitas tersebut tak terlaksana, pimpinan yang sekarang memang berniat menghancurkan KPK.
"Dengan kebijakan tersebut dilakukan menjadi tidak salah jika publik menduga bahwa lima Komisioner KPK ini memang benar-benar ingin menghancurkan lembaga KPK dengan merusak sistem yang selama ini sudah dibangun," ucap Kurnia.
Baca juga: Ini Beda Tugas Kabiro Humas dan Jubir KPK |
Sebelumnya, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah selama 3 tahun terakhir merangkap juru bicara (jubir) karena memang belum ada peraturan internal yang mengatur. Sampai akhirnya, pada 2018, peraturan mengenai jubir KPK muncul pun Febri masih sebagai jubir KPK.
"Dan jika sekarang, pimpinan KPK ingin mengisi posisi Juru Bicara KPK dan misalnya melakukan seleksi untuk mencari orang yang tepat, semoga KPK mendapatkan yang jauh lebih baik dari Juru Bicara yang pernah ada di KPK," kata Febri kepada wartawan, Senin (23/12).
Febri tidak masalah atas keinginan pimpinan KPK saat ini mengenai posisi jubir KPK. Febri pun menilai keinginan itu bukanlah bersifat pribadi.
"Jika memang pimpinan KPK jilid V menghendaki Juru Bicara yang baru, saya kira silakan saja. Saya cukup yakin itu bukan pertimbangan pribadi, tapi mungkin ada pertimbangan kebutuhan organisasi," ucap Febri.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini