Cerita Rumah Warga di Jakpus Terisolasi Proyek Perusahaan

Cerita Rumah Warga di Jakpus Terisolasi Proyek Perusahaan

Audrey Santoso, Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Minggu, 15 Des 2019 22:25 WIB
Rumah warga di Sawah besar terisolasi proyek perusahaan. (Foto: Wilda/detikcom)
Jakarta - Rumah warga bernama Lie Jun Bun di Mangga Dua, Sawah Besar, Jakarta Pusat, terisolasi lantaran adanya proyek bangunan yang dikerjakan oleh suatu perusahaan. Pihak Lie Jun Bun mengatakan gang selebar 90 cm dengan panjang kurang lebih 9 meter dibongkar oleh perusahaan itu, dan pintu Lie Jun Bun kena tembok perusahaan sehingga kesulitan mendapat akses keluar-masuk rumah sendiri.

"Itu rumah Abun (Lie Jun Bun) kurang lebih 46 meter, kebetulan posisinya di belakang. Tetangganya namanya keluarga Tabani. Menurut cerita, dulu di situ itu rumahnya ada gang kurang lebih 90 sentimeter, panjangnya nggak sampai 10 meter. Menurut keluarga Tabani, (lahan gang) itu jual ke perusahaan," kata Pengacara Lie Jun Bun, Sudjanto, kepada wartawan, Minggu (15/12/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudjanto menuturkan sebelum perusahaan melakukan pembangunan, kliennya mendapat surat yang isinya pemberitahuan akses jalan akan ditutup. Dua pekan lalu, para pekerja bangunan perusahaan melakukan pembongkaran gang, namun karena diprotes warga, maka tak seluruh area gang dibongkar.

"Habis itu perusahaan panggil kuli, mau bangun. Jadi dia punya gang ditutup, kalau ditutup kan warga protes. Akhirnya dia nggak tutup semua, hanya sisa lebar 60 cm, panjang semeter lebih. Motor nggak bisa keluar, yang bisa keluar-masuk orang saja," ujar Sudjanto.

Dia menjelaskan, perusahaan sudah pernah memberi tawaran membeli rumah kliennya, namun dengan harga yang di bawah NJOP. Lie keberatan.

"Ada motif lain, yang punya rumah (Lie) kan umur 60 tahun lebih, jadi sopir. Perusahaan mau beli rumahnya di bawah NJOP, jadi maunya cuma 350 juta rupiah. Jadi kita sempat duduk bersama di Mal Citraland pada 12 november 2019, pihak Hengtraco tawarkan kalau klien saya nggak mau jual, dia beli dia punya gang," jelas Sudjanto.

"Bayangkan gang selebar 90 cm, panjang 10 m itu dikasih harga dia Rp 800 juta rupiah. Saya bilang klien saya nggak mampu beli, tetap dia nggak mau tahu, dia bangun. Negosiasinya sudah tekanan sifatnya. Jadi tetap disuruh beli jalan dia Rp 800 juta rupiah, tanah kita 46 meter dihargai 350 juta rupiah," sambung Sudjanto.

Rumah warga di Sawah besar terisolasi proyek perusahaan.Rumah warga di Sawah besar terisolasi proyek perusahaan. (Foto: Wilda/detikcom)




Karena tak ada titik temu, akhirnya gang yang merupakan lahan Hengtraco dibongkar dan digali hampir dua meter. Atas tindakan tersebut, Sudjanto mengaku telah mengadu ke aparat berwajib.

"Akhirnya kita bubar, nggak jadi nego. Akhirnya dia bangun, terus gangnya dirobohin, digali hampir 2 meter. Akhirnya tim kita lapor polisi, tapi polisi tidak bertindak, Polsek Sawah Besar. Kami lapor binmas, binmas juga sudah tinjau lapangan tapi tidak bertindak," ungkap Sudjanto.



Sudjanto mengaku kemudian dia dan kliennya melapor ke lurah setempat. Di mana saat itu ada wartawan di kantor lurah, sehingga permasalahannya diberitakan

"Kita lapor lurah, jadi kawan wartawan datang, akhirnya dibaca Walikota. Walikota datang, kami dimediasikan di kantor lurah, Jumat (6/12) kemarin," tutur Sudjanto.

Saat mediasi di kantor lurah, lanjut dia, pengacara yang mewakili perusahaan menawarkan agar Lie pindah ke rumah baru. Perusahaan akan menyediakan rumah di daerah Bogor, Jawa Barat. Lie merasa keberatan dengan tawaran itu.

"Jadi dia kasih dua alternatif, ganti rumah tapi dibeliinnya di Bogor, kalau mau ganti rumah ya sekitar situ, Jakarta ya Jakarta. Kita nggak terima. Lalu dia tetap mau ganti rugi di bawah NJOP," sebut Sudjanto.



Dalam pertemuan itu, menurut Sudjanto, terkuak bahwa perusahaan tak mengantongi izin mendirikam bangunan (IMB) di atas lahan gang, hingga akhirnya proyek disegel saat ini.

"Akhirnya disegel itu proyeknya karena tidak punya IMB. Saya tahu tidak ada IMB waktu mediasi," ucap Sudjanto.

Cerita Rumah Warga di Jakpus Terisolasi Proyek PerusahaanFoto: Wilda/detikcom


Dia menambahkan, jika tak ada kesepakatan, pihaknya akan menempuh jalur pengadilan, memperkarakan perusahaan dengan Pasal 667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dan jika perusahaan bersikeras menutup akses jalan klienya, maka dia akan mengadukan perusahaan dengan Pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

"Akan ada mediasi sekali lagi, kalau tidak setuju, naik ke pengadilan. Itu gang memang bukan tanah milik klien saya, tapi sesuai undang-undang kalau sebidang tanah atau rumah orang lain tidak bisa jalan, ya itu tetangga atau yang punya lahan harus kasih jalan, itu di Pasal 667 KUHPerdata," tegas Sudjanto.



"Kalau dia tutup semua kan kena Pasal 333 KUHP, kurung orang tidak bisa keluar artinya merampas kemerdekaan orang," pungkas dia.

Rumah Lie terletak di Jalan Mangga Dua Dalam, RT 09/06 Sawah Besar, Jakarta Pusat. Ketua RT, Rahmat Hidayat saat ditemui menjelaskan soal upaya mediasi antara Lie dengan perusahaan.



Ketika itu, menurut penuturan Rahmat sempat ada negosiasi untuk penjualan rumah Lie ke pihak perusahaan. Rahmat sebagai perantara menyampaikan keinginan penjualan rumah Lie yang kemudian ditanggapi oleh perusahaan tersebut.

"Awal mula penawaran Rp 350 juta awal mulanya. Selang berapa setelah Lie Jun Bun pake pengacara, ada lah komunikasi ke saya pihak Hengtraco menaikkan harga menjadi Rp 450 juta sesuai IMB dan ukuran sesuai dengan sertifikat. Karena di sertifikat dan PBB nya Lie Jun Bun tuh berbeda, kalau nggak salah di PBB-nya Lie Jun Bun kalau nggak salah ya itu 43 M2, di sertifikat 46 M2. Pihak Hengtraco oke deal dengan harga sesuai ukuran sertifikat. Pihak Lie Jun Bun langsung ngomong ke pihak Hengtraco bahwa masalah ini sudah diserahkan ke pengacaranya tinggal hubungan ke pengacaranya," paparnya.

Rahmat juga menjelaskan soal penyegelan bangunan milik perusahaan yang menutup akses keluar-masuk rumah Lie. Rahmat menuturkan, bangunan itu disegel oleh Pemprov DKI.



Pemkot Jakarta Pusat yang melakukan segel karena tidak memiliki izin. Berdasarkan keterangan Rahmat, penyegelan dilakukan pada Kamis (12/12).

"Karena dia tidak memiliki izin surat izin doang. Segel itu bukan masalah sengketa ini, segel itu adalah masalah dia tidak memiliki izin bangunan. Untuk bangunan yang ditembok ini. Bahwa dia mendirikan bangunan itu disegel karena dia tidak memiliki izin yang ini doang," jelas Rahmat.

Rahmat mengatakan, lahan yang digarap perusahaan ini sebelumnya dimilik oleh Deni Tambani, di mana menurut pengakuan Deni lahan tersebut sudah memiliki IMB pada tahun 1982.

"Itu menyatakan bahwa Deni Tambani punya izin IMB itu dari tahun 1982. Jadi ini segel adalah izin yang baru bukan yang lama. Kan bangunan lamanya bukan seperti ini. Ini bangunan yang baru, tembok yang baru karena dia tidak memiliki izin," paparnya.



Rahmat juga heran atas sengketa antara warganya dengan pihak perusahaan. Dia tak mengira sengketa ini berlarut.

"Dikira saya gang itu nggak bakal separah seperti itu. Karena pak Lie Jun Bun sempat komplain ke saya, saya komplain lagi ke mandornya saya juga bisa ngomong apa-apa kan sama-sama orang kerja, saya sempat komplain ke pihak Hengtraco. Pihak perusahaan menyerahkan ke Deni Tambani bahwa bahwa proyek yang itu sekarang sudah tanggung jawabnya Deni Tambani," jelasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads