"Jadi secara umum kami di UU (Pertanahan) mau ada kepastian reforma agraria. Rasio gini tanah kita berat. Kita masih periksa HGU, yang dulu di naskah akademiknya maksimal perkebunan 10 hektare. Kemudian perumahan 200 hektare, pertanian 50 hektare," kata Mardani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rapat paripurna belum bisa masukkan pengesahan karena harusnya hari ini (kesepakatan untuk membawa RUU Pertanahan ke paripurna). Tapi hari ini nggak jadi karena (fraksi) pada minta pendalaman semuanya," jelasnya.
Mardani menuturkan pihak Komisi II dan pemerintah mengupayakan agar RUU Pertanahan bisa disahkan oleh DPR periode 2014-2019. Namun, secara pribadi, Mardani menilai RUU tersebut baru bisa disahkan oleh DPR periode 2019-2024.
"Masih akan diusahakan sampai 30 September. Pendapat pribadi agak berat untuk (disahkan) periode sekarang. Karena ada yang kasih catatan 14, PKS 8, ada yang 3, ada 7," ungkap politikus PKS itu.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengungkapkan penyebab RUU Pertanahan belum disahkan menjadi UU. Zainudin menyebut lingkup internal pemerintah belum clear soal RUU ini.
"Jadi intinya ini nggak clear di internal pemerintah. Itu saja, udah. Kami masih melihat ada gerakan-gerakan yang tidak mau UU ini selesai," kata Zainudin Amali di gedung DPR, Jumat (20/9).
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini