Walhi: RUU Pertanahan Bisa Persulit Penegakan Hukum soal Karhutla

Walhi: RUU Pertanahan Bisa Persulit Penegakan Hukum soal Karhutla

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Senin, 23 Sep 2019 16:02 WIB
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, kian menjalar ke beberapa wilayah. (Suriyatman/detikcom)
Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan menuai kontroversi. RUU ini bahkan dinilai bisa menghambat proses penegakan hukum terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai RUU Pertanahan ini berpotensi mempersulit proses penegakan hukum terhadap pelaku karhutla. Untuk memeriksa pelaku karhutla, informasi terkait lahan konsesi harus meminta izin Menteri ATR/BPN.

"Dalam konteks penegakan hukum karhutla, salah satu yang sulit tersentuh adalah konsesi perkebunan yang ada di bawah Kementerian ATR/BPN. Lalu, dalam draf RUU Pertanahan, izin untuk informasi lahan konsesi harus meminta ke Menteri ATR/BPR. Sehingga Itu akan menghambat dan memperpanjang birokrasi proses penegakan hukum," kata Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi, Wahyu A Perdana, kepada wartawan, Senin (23/9/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Poin soal informasi konsesi lahan yang harus meminta izin menteri, diatur dalam Pasal 46 ayat 8 hingga 9. Begini bunyinya:

Pasal 46
(8) Masyarakat berhak mendapatkan informasi publik mengenai data Pertanahan kecuali informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Informasi publik mengenai data Pertanahan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) antara lain:
a. daftar nama pemilik Hak Atas Tanah; dan
b. warkah.
(10) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diberikan kepada pemegang hak dan penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya atau pihak yang diberikan kewenangan oleh undang-undang.
(11) Perubahan terhadap informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditetapkan oleh Menteri.



Selain itu, Wahyu mengatakan RUU ini bisa memberikan peluang bagi perusahaan pemakai lahan yang melebihi Hak Guna Usaha (HGU)-nya untuk melakukan pemutihan. Hal ini, menurutnya, adalah bentuk dari legalisasi kejahatan korporasi.

"Kedua, dalam praktiknya, kan banyak perkebunan beroperasi yang melebihi HGU. Muncullah pasal untuk pertanahan perkebunan di luar HGU, konsesinya oleh kementerian. Artinya, ini akan ada pemutihan atau legalisasi untuk kejahatan korporasi yang bekerja di luar konsesinya. Ini ada di draf Pasal 26 (9)," tuturnya.


Begini bunyi Pasal 26 ayat 9:

Pasal 26
(9) Dalam hal pemegang Hak Guna Usaha menguasai fisik melebihi luasan pemberian haknya maka status tanahnya hapus dan menjadi Tanah yang dikuasai oleh Negara yang penggunaan dan pemanfaatannya diatur oleh Menteri.
Halaman 2 dari 2
(rdp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads