Proyek irigasi air tanah dangkal menggunakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Pertanian tahun 2016. Proyek ini dilaksanakan Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto pada tahun yang sama. Dinas tersebut kini berganti nama menjadi Dinas Pangan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto.
Dengan pagu anggaran Rp 4,18 miliar, proyek ini dibagi menjadi lima paket. Jumlah irigasi air tanah dangkal dibangun di 38 titik yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Rata-rata setiap titik menelan anggaran Rp 110 juta.
Proyek irigasi air tanah dangkal ini dilaksanakan untuk membantu para kelompok tani agar tetap bisa mengairi sawahnya sepanjang musim kemarau, sehingga para petani bisa menanam tiga kali dalam setahun.
Suliestyawati mengakui tidak ada satu pun dari pembangunan irigasi air tanah dangkal di 38 titik yang tuntas 100 persen. Menurut dia, para kontraktor pemenang lelang hanya mampu menuntaskan pekerjaannya pada kisaran 58-89 persen.
Dia pun berdalih saat itu telah membuat surat perintah membayar (SPM) ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mojokerto sesuai progres proyek, sehingga pembayaran kepada para kontraktor atau pihak ketiga sesuai dengan realisasi pembangunan irigasi air tanah dangkal di lapangan.
"Karena tidak 100 persen tuntas pengerjaannya, begitu serapan sekian, saya buat SPM, ya sudah BPKAD mengeluarkan (pembayaran) sesuai surat perintah membayar," kata Suliestyawati kepada wartawan setelah mendampingi penggeledahan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto di kantornya, Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko, Selasa (17/9/2019).
Ia berdalih, 38 titik proyek irigasi air tanah dangkal tidak ada yang tuntas salah satunya karena faktor cuaca. Menurut dia, saat itu para kontraktor terkendala musim hujan dan lokasi proyek di area persawahan. Kondisi itu diperparah oleh waktu pengerjaan yang terbatas, yaitu dimulai Oktober 2016.
Alasan yang disampaikan Suliestyawati mengesankan proses perencanaan proyek yang tidak matang, sehingga kendala cuaca dan medan proyek irigasi air tanah dangkal seakan tidak diperhitungkan. Disinggung terkait masalah di perencanaan, dia enggan memberi penjelasan lebih rinci.
"Perencanaannya kan di depan, pelaksanaannya di belakang. Karena waktunya dirasa kurang," terangnya.
Setelah melalui proses lelang, total nilai kontrak lima paket proyek irigasi air tanah dangkal Rp 3.709.596.000. Dalam pelaksanaannya, anggaran yang diserap hanya Rp 2.864.190.000. Dari hasil pengecekan lapangan dan analisis dokumen proyek, penyidik Kejari Kabupaten Mojokerto menemukan indikasi pidana korupsi. Kerugian negara mencapai Rp 519.716.400.
Terkait indikasi kerugian negara tersebut, Suliestyawati menampiknya. Dia berdalih nilai bangunan irigasi air tanah dangkal di 38 titik menyusut karena sudah dibangun tiga tahun yang lalu. Menurut dia, kerugian negara tidak bisa dihitung dari kondisi bangunan proyek saat ini.
"Saya kembalikan kepada kejaksaan karena kegiatan itu 2016, pemeriksaan 2019. Sudah hampir tiga tahun. Tentunya ada penyusutan nilai ekonomi kegiatan tersebut," tandasnya.
Sejak 22 Juli 2019, kasus korupsi proyek irigasi air tanah dangkal ini telah dinaikkan ke penyidikan oleh Kejari Kabupaten Mojokerto. Penyidik telah memeriksa 20 orang dari Dinas Pangan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto, serta para kontraktor. Namun belum ada seorang pun yang ditetapkan menjadi tersangka.
Salah seorang yang diperiksa adalah Suliestyawati. Informasi yang didapatkan detikcom, dia menjadi pejabat pengguna anggaran yang merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek irigasi air tanah dangkal tahun 2016.
"Saya sudah diperiksa tiga kali," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini