"Pimpinan KPK akan minta bertemu dengan Pemerintah dan DPR karena kami tidak mengetahui pasal-pasal mana saja yang akan direvisi?" kata Syarif kepada wartawan, Rabu (11/9/2019).
KPK, sambung Syarif menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seolah-olah menyembunyikan pembahasan revisi UU KPK. DPR dan pemerintah disebut tidak ada transparansi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mardani Ali Sera: Tolak Revisi UU KPK! |
Menurut dia, DPR dan pemerintah sedang berkonspirasi untuk melucuti kewenangan lembaga tanpa berkonsultasi. Hal tersebut bukan adab yang baik.
"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, dimana DPR dan Pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tersebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," kata Syarif.
"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" sambung dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah menyetujui revisi UU KPK. Surat Presiden yang berisi persetujuan revisi UU KPK sudah diteken dan dikirim ke DPR.
Istana memastikan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU KPK yang dikirim pemerintah, banyak merevisi draf DPR
"Tapi bahwa DIM yang dikirim pemerintah banyak merevisi draf yang dikirim DPR. Pemerintah sekali lagi, presiden katakan KPK adalah lembaga negara yang independen dalam pemberantasan korupsi, punya kelebihan dibandingkan lembaga lainnya. Sepenuhnya presiden akan jelaskan lebih detail. Proses saya kira sudah diterima DPR," kata Mensesneg Pratikno kepada wartawan, Rabu (11/9).
Simak Video "Minta Jokowi Tolak Revisi UU KPK, Ingat Janji Kampanye"
(fai/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini