"Ada rekomendasi untuk PSL dan setelah klien kami (KPU) ke lapangan, ada warga menolak untuk PSL," terang penasihat hukum lima terdakwa Rusli Bastari setelah membacakan eksepsi di Pengadilan Negeri Palembang, Jumat (5/7/2019).
Selanjutnya, pada 17 April, KPU tidak mendapat laporan apa-apa, KPU juga tidak mendapat temuan. Menurutnya, surat yang dikeluarkan Bawaslu untuk melakukan PSL sudah kedaluwarsa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dakwaan yang menyebut KPU telah menghilangkan hak pilih warga di 70 TPS, para terdakwa pun membantah. Menurutnya, jumlah itu tidak sesuai dengan hasil verifikasi di lapangan.
"JPU bilang tadi 70 TPS untuk PSL, klien kita melakukan verifikasi, hanya 31. Terus diverifikasi lagi tinggal 28 TPS dan berkurang nggak sampai segitu," imbuh Rusli.
Tidak hanya itu, terdakwa pun menyebut laporan Bawaslu kepada Gakkumdu saat itu sudah kedaluwarsa dan dianggap salah alamat. Mulai batas waktu membuat laporan hingga jumlah TPS yang diminta untuk PSL karena ada temuan.
Hal ini akan dibuktikan saat pembuktian persidangan, termasuk terkait adanya pernyataan para saksi yang menolak PSL di beberapa TPS yang saat ini dianggap bermasalah.
"Bawaslu melapor, setelah C1 selesai, semua sudah tanda tangani, tidak ada masalah. Terus kenapa dipermasalahkan dan seharusnya yang jadi tersangka bukan klien kami, tapi yang membuat pernyataan. Ini nanti kita buktikan di persidangan," katanya.
Untuk diketahui, kelima komisioner KPU Palembang didakwa dengan Pasal 554 subsider Pasal 510 Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang menghilangkan hak pilih warga. Ancaman hukuman terhadap kelima komisioner maksimal 2 tahun penjara.
Dalam dakwaannya, JPU memerinci TPS yang kekurangan surat suara saat pelaksanaan Pemilu 17 April 2019 dan TPS yang tidak diakomodasi KPU Palembang untuk melaksanakan pemungutan suara lanjutan.
(ras/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini