Melalui sistem zonasi, guru memiliki tugas lebih berat untuk mengajar siswa yang kemampuannya heterogen dibandingkan sebelum penerapan zonasi. Menurut Ganjar, guru berprestasi harus mau melakukan pembenahan di sekolah lain.
"Guru-guru yang hebat di sini pindah ke sekolah sebelah dengan tugas memintarkan mereka sehingga diharapkan berputar terus," kata Ganjar usai menengok rangkaian pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Surakarta, Jumat (28/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sistem ini ke depan bukan menghilangkan status favorit sekolah. Namun, kata dia, seluruh sekolah akan menjadi favorit.
"Dulu di sekolah favorit anaknya sudah hebat, gurunya tinggal diam saja anaknya pintar. Hari ini kita butuh anak-anak yang kemampuannya kurang difasilitasi guru yang hebat," kata dia.
"Nanti kita assess posisi-posisi yang ada, sehingga pemerataan sekolah yang dulu dikasih judul favorit Itu bisa kita bikin rata," ungkap Ganjar.
Sementara itu Kepala SMAN 1 Surakarta, Harminingsih mengatakan telah tiga tahun menerapkan sistem zonasi. Dia mengakui adanya perbedaan yang cukup kentara dalam hal kapasitas siswa.
"Dari cerita teman-teman guru memang beda dengan dahulu. Biasanya sekali menerangkan bisa, tapi sekarang harus dua kali, tiga kali," katanya.
Menurutnya, keberadaan guru menjadi semakin krusial. Kualitas guru diuji sehingga dapat mencetak lulusan yang berkualitas pula.
"Alhamdulillah lulusan kami kemarin tetap bagus, SMAN 1 Surakarta tetap peringkat pertama di Solo. Memang berat, tapi saya yakinkan guru-guru pasti bisa," pungkasnya.
(bai/bgs)