"Zonasi itu niatnya baik sekali, sangat mulia karena ada unsur pemerataan dan keterjangkauan akses pendidikan. Namun tetap harus dibarengi dengan kesiapan infrastruktur beserta sarana dan prasarana pendidikan. Sehingga peserta didik baru akan bisa terakomodir melalui sistem tersebut," kata pakar pendidikan Prof Mohamad Amin kepada detikcom, Rabu (19/6/2019).
Menurutnya, sistem zonasi semestinya dijalankan secara bertahap, sebelum pemerintah bisa menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung. Unsur hasil belajar (nilai) tetap diberlakukan sebagai bahan seleksi serta semangat siswa dalam belajar.
"Kalau kita belum bisa berzonasi secara penuh, ya gunakan sistem seleksi dari hasil belajar (nilai), agar orang tua itu puas. Menurut saya bertahap saja, ada pemetaan, biar tetap ada semangat dari siswa dan orang tua tetap melibatkan unsur hasil belajar. Sampai nanti, pemerintah benar-benar mampu menyediakan sarana dan prasarana sebagai pendukung sistem zonasi," imbuh pria yang juga Ketua Dewan Pendidikan Kota Malang.
Dia mencontohkan, Jerman juga memberlakukan sistem zonasi. Tetapi di sana unsur nilai atau hasil belajar tetap menjadi acuan ke jenjang berikutnya. Bagi anak-anak nilainya kurang dari 7, maka diarahkan untuk bersekolah vokasi. Sebaliknya, mereka yang memiliki nilai bagus dari hasil ujian bisa masuk ke SMA hingga universitas.
"Sekolah vokasi yang dimaksud adalah mengakomodir sesuai keahlian para siswa. Sehingga ketika lulus, mereka bisa bekerja atau membuka lapangan usaha. Tetapi yang nilainya bagus bersekolah di SMA dan universitas, di Jerman begitu dan ini menjadi contoh saja," tambah pengajar di Universitas Negeri Malang (UM) itu.
Dengan melihat sistem zonasi yang akan tetap diberlakukan. Amin berharap pemerintah memiliki tolak ukur jelas dalam menjalankan sistem tersebut, dengan menyertakan indikator-indikator yang bisa membuat masyarakat puas.
"Prinsipnya zonasi itu baik. Asal pemerintah sudah menyediakan sarana dan prasarana pendukungnya beserta indikator yang bisa memberikan kepuasan bagi masyarakat. Misalnya, jarak geografis penentunya apa? Bagaimana dengan memakai google map, tentunya juga ada kesalahan, itu juga harus jelas. Selain indikator-indikator penentu lainnya," papar Amin.
Ia menambahkan, pemerintah juga harus gencar dalam melakukan sosialisasi sistem zonasi. Sehingga bisa mengedukasi masyarakat.
"Bisa melalui iklan layanan masyarakat, ketika terjadi persoalan seperti ini, maka tentunya sosialisasi itu masih kurang. Segala sesuatu yang dilakukan, kalau direfleksi akan jauh lebih baik. Kekurangan-kekurangan sebelum tidak diantisipasi dan ketemu, untuk perbaikan ke depan," pungkas Amin.
Simak Juga "PPDB 2018 Dinilai Cacat, Dari Masalah Zonasi hingga SKTM Palsu":
(sun/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini