Permadi Ungkap 4 Petisi Rumah Rakyat, Salah Satunya soal Makzulkan Jokowi

Permadi Ungkap 4 Petisi Rumah Rakyat, Salah Satunya soal Makzulkan Jokowi

Ahmad Bil Wahid - detikNews
Jumat, 17 Mei 2019 16:29 WIB
Permadi (Ahmad Bil Wahid/detikcom)
Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri mencecar politikus Partai Gerindra, Permadi, terkait pertemuan di Rumah Rakyat, Jalan Tebet Timur, Jakarta Selatan, pada awal Mei 2019. Permadi juga ditanya soal petisi yang dibacakannya dalam pertemuan itu.

"Pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan saya datang pada pertemuan pada Mei di Rumah Rakyat, Jalan Tebet Timur Raya, saya mengatakan saya diundang oleh yang punya rumah, saya baru tahu bahwa kita akan melakukan suatu petisi di dapan para wartawan, untuk itu saya tentu minta petisinya seperti apa, saya diberikan petisi ternyata, di petisi itu ada 14 pendahuluan dan 4 petisi. Saya menolak yang 14 pendahuluan sebab terlalu panjang, rakyat tidak akan mau baca dan agak kurang sesuai dengan keinginan saya," kata Permadi di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2019). Permadi diperiksa sebagai saksi kasus tuduhan makar atas terlapor Kivlan Zen.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena dianggap yang paling tua dalam pertemuan itu, Permadi diminta membacakan empat poin petisi. Petisi itu berisi dukungan untuk BPN Prabowo-Sandiaga hingga isu pemakzulan.

"Jadi petisi yang 4 saya setuju, yang intinya saya lupa. Tapi intinya kita mendukung perhitungan yang dilakukan oleh BPN yang memenangkan Prabowo, itu satu. Kedua menyatakan bahwa KPU-Bawaslu melanggar peraturan pemilu dan peraturan lain. Termasuk perhitungan suara dan sebagainya. Ketiga, aparat negara dinilai melakukan keberpihakan dan kalau paslon 1 melakukan itu, itu bisa dilakukan impeachment. Keempat, kami melakukan ini atas dasar UUD 1945. Jadi kalau petisi kami tidak diperhatikan kami juga bisa melakukan sesuatu yang sesuai dengan UUD itu sendiri," ujar Permadi.



Saat Permadi membacakan petisi, sejumlah tokoh kemudian berdatangan. Kivlan Zen, menurut Permadi, datang terakhir.

"Kemudian yang datang adalah para jenderal antara lain, Pak Kivlan datang belakangan, Pak Syarwan Hamid, Syamsu Djalal dan lain sebagainya lalu ada Eggi Sudjana, ada Habib Mukhsin, ada Habib Umar dan Kivlan Zein datang belakangan. Pada saat hampir habis membacakan petisi baru Kivlan Zein datang," ujar dia.



Setelah itu, Kivlan Zen mengajak seluruh tokoh yang hadir untuk melakukan people power di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Kivlan juga berencana mengepung kantor KPU dan Bawaslu.

"Terus Kivlan Zen berpidato intinya mengajak people power di Lapangan Banteng, mengepung KPU dan Bawaslu, pertanyaan selanjutnya apakah saya setuju dengan pendapat Kivlan Zen, saya mengatakan saya dan Pak Kivlan Zen adalah sesama aktivis tapi saya baru ketemu hari itu, jadi saya tidak bisa bilang setuju atau tidak karena saya tidak tahu sebelumnya, rapat-rapat sebelumnya saya tidak tahu. Tapi yang pasti karena saya stroke saya tidak bisa hadir di Lapangan Banteng maupun waktu pengepungan Bawaslu maupun KPU, tapi saya senang masyarakat sekalipun tidak sebanyak yang saya inginkan telah melakukan people power itu," ujarnya.



Permadi mengaku tidak bisa langsung mengamini ajakan Kivlan Zen sebab tidak ikut dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya. Namun, pada intinya, Permadi menegaskan sejak dulu dia sudah melakukan unjuk rasa bahkan ditahan puluhan kali.

"Yang jelas, sejak zaman Pak Harto. Saya tuh melakukan demo atau people power dan saya ditahan 38 kali. Apakah itu mau dianggap makar atau tidak saya tidak perduli. Saya berjuang dan itu dimungkinkan dalam konstitusi. Jadi kalau ada orang mengatakan people power bertentangan dengan konstitusi, berarti orang itu yang kurang bener," ujarnya.

Dalam kesempatan ini juga, Permadi meluruskan informasi terkait upaya jemput paksa yang dilakukan polisi. Dia mengaku sakit sehingga dijemput polisi.

"Saya ingin menjelaskan kesimpangsiuran di antara para wartawan, ada yang menyatakan saya diambil paksa, sebenarnya tidak, saya diundang pukul 10 WIB, saya datang jam 10.15 WIB. Tetapi karena saya stroke kurang bisa berjalan dengan baik, petugas baik hati menjemput saya dan karena saya tidak bisa berjalan jauh saya dijemput untuk ditaruh di pintu terdekat dengan pemeriksaan," imbuh dia. (knv/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads