"Ada dua saksi yang kita panggil, untuk yang menerima amplop datang memenuhi panggilan, sementara saksi utama (JW) tidak hadir, dan akan dilakukan pemanggilan lagi," kata Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Malang Alam Amrullah kepada detikcom di kantornya, Jalan Trunojoyo, Kepanjen, Rabu (24/4/2019).
Menurut Alam hingga saat ini belum diketahui alasan ketidakhadiran saksi berinisial JW tersebut. Perempuan asal Turen, Kabupaten Malang itu akan dipanggil kembali untuk dimintai keterangan. Yakni terkait temuan pengawas desa ketika ia membagikan amplop di masa tenang Pemilu 2019.
"Belum tahu, kenapa tidak datang. Tetapi akan dipanggil kembali. Jika tidak hadir, penanganan akan terus berlanjut. Kami tentunya berkomitmen untuk menyelesaikan perkara ini sesuai dengan mekanisme yang berlaku," imbuhnya.
Ia menambahkan, selama penanganan perkara itu bukan tidak mungkin Bawaslu akan menghadirkan caleg yang diduga terkait dalam pembagian amplop berisi uang Rp 40 ribu serta Rp 70 ribu itu. "Tentunya akan dihadirkan, dalam proses penanganan perkara ini. Informasi yang di dapatkan JW bergerak membagikan amplop berisi uang demi tujuan tertentu. Dan keterangan caleg yang bersangkutan akan sangat dibutuhkan," terangnya.
Seperti diketahui, JW tertangkap basah pengawas desa ketika membagi amplop berisi uang Rp 40 ribu di masa tenang atau H-2 pencoblosan. Sasarannya, warga yang tinggal di wilayah Desa Pagedangan, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Bukan hanya di satu tempat itu saja, JW juga diketahui membagi amplop berisi uang Rp 70 ribu di wilayah desa lain.
Barang bukti money politic yang melibatkan JW sudah diamankan Bawaslu. Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) turut terlibat dalam penanganan kasus ini.
Hasil penyelidikan sementara JW membagikan amplop untuk penggalangan suara bagi Tono Caleg DPRD Kabupaten Malang daerah pilihan II yang meliputi wilayah Ampelgading, Tirtoyudo, Dampit, dan Turen.
Serta Nur Seto Budi Santoso Caleg DPR RI yang terdaftar di Dapil V meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Keduanya merupakan Caleg Partai Demokrat.
Alam melanjutkan, Pihak-pihak yang terlibat bisa terjerat Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Pasal 523 ayat (2) juncto Pasal 278 ayat (2). Bahwa selama masa tenang pemilu, pelaksana, peserta, atau tim sukses atau kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan calon, memilih partai politik peserta Pemilu tertentu, dan memilih calon anggota DPR/DPRD/DPD tertentu. Jika mereka melanggar, maka akan diberi sanksi yang ancamannya penjara paling lama 4 tahun kurungan penjara, dan denda paling besar Rp 48 juta. (sun/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini