Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Mohammad Ichwan, mengatakan satu pohon Sonokeling yang hilang memiliki nilai jual Rp 15 juta sampai dengan Rp 50 juta, tergantung dari ukurannya.
"Kemarin itu kami sempat tanya ke pedagang kayu, estimasi harganya itu ada yang sampai Rp 50 juta lebih. Dengan jumlah pohon 89 maka potensi kerugian negara itu bisa mencapai Rp 4 miliar lebih," ujar Ichwan.
Tingginya nilai jual kayu yang masuk kategori appendix II tersebut dipengaruhi oleh banyaknya permintaan dari dalam dan luar negeri, sedangkan stok sangat terbatas. Sonokeling biasanya banyak diburu industri untuk kebutuhan bahan baku perabot rumah, mulai lantai, pintu dan meubelair.
"Saat ini kayu Sonokeling sudah mulai langka, makanya masuk appendix II, bahkan di beberapa negara sudah dimasukkan dalam kategori langka dan sangat ketat peredarannya," imbuh Ichwan.
Pihaknya meminta aparat terkait menindak serius dugaan pembalakan Sonokeling yang ada di ruas jalan nasional dan provinsi. Sebab potensi kerugian pendapatan negara yang cukup tinggi.
"Kalau ini dipotong sesuai aturan dan distribusi kayunya juga melalui lelang, maka potensi pendapatan negara cukup besar. Nah inilah yang kami dorong untuk dilakukan penegakan hukum," jelasnya.
Sebelumnya, 89 batang pohon Sonokeling yang ada di sejumlah ruas jalan nasional dan provinsi di Tulungagung dan Trenggalek ditebang. Proses penebangan diduga menyalahi prosedur, sebab tidak ada izin dan distribusi kayu yang tidak jelas. Proses penebangan diduga memanfaatkan kegiatan perampingan ranting di ruas jalan. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini