Pembayaran ganti rugi Sri Mulyati dilakukan di Polrestabes Semarang dengan didampingi oleh Direktur LBH Mawar Saron, Ester Natalya dkk.
"Kami menyatakan menghargai upaya Negara yang telah memenuhi kewajiban kepada kliennya sebagaimana diperintahkan dalam putusan Pengadilan, meskipun sangat disayangkan di negara hukum ini bahkan untuk hak yang sudah diberikan oleh Negara masih harus diperjuangkan agar dapat diberikan," kata Ester dalam siaran pers yang diterima detikcom, Selasa (5/2/2019).
LBH Mawar Saron Semarang berharap agar para penegak hukum di Indonesia lebih berhati-hati dalam menegakan hukum dan menetapkan orang sebagai tersangka. Terlebih dalam menggunakan kewenangan penahanan terhadap seorang tersangka, agar tidak ada lagi "korban" atau Sri-Sri yang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Mendapati ini, senyum sumringah terlihat dari wajah Sri setelah menerima uang pembayaran ganti rugi dari Negara. Meskipun nominal ganti rugi dari Negara yang diterimanya belum memenuhi rasa keadilan dan tidak mampu untuk menutup semua kerugian baik materiil maupun immateriil.
"Namun Sri menghormati putusan pengadilan dan menghargai bentuk tanggung jawab dari Negara kepadanya," ujarnya.
Kasus Sri Mulyati berawal ketika petugas menggerebek karaoke di Semarang pada 8 Juni 2011. Sri yang pada saat itu sedang berada di rumah, diminta untuk datang ke karoke itu.
Sri yang hanya kasir dan resepsionis digelandang ke Mapolres dan dituduh melakukan tindak pidana perdagangan anak yaitu mempekerjakan anak di bawah umur.
PN Semarang menjatuhkan pidana penjara selama 8 bulan dan denda 2 juta yang apabila tidak dibayarkan diganti kurungan selama 2 bulan. Pengadilan Tinggi (PT) Semarang memperberat hukuman Sri menjadi 1 tahun 2 bulan dan denda 2 juta rupiah. Sri, melalui Kuasa hukumnya LBH Mawar Saron Semarang kemudian mengajukan upaya hukum kasasi.
Akhirnya MA membebaskan Sri setelah 13 bulan merasakan dinginnya lantai penjara. Berbekal putusan bebas pada 2012, Sri menuntut ganti rugi ke negara. Hakim menghukum negara Rp 5 juta dan pengembalian denda yang telah dibayar sebesar Rp 2 juta.
"Tak cukup merasakan rumitnya proses litigasi dalam pokok perkaranya, serta upaya hukumnya untuk mendapat ganti rugi, Sri harus merasakan rumitnya birokrasi Negara untuk pembayaran ganti rugi. Mengikuti pengajuan sesuai koridor hukum yang berlaku, perjalanan Sri sempat terkandas dan diping pong kesana kemari untuk menagih utang Negara tersebut. Namun saat ini penantian panjang Sri telah berakhir karena imbalan ganti kerugian yang menjadi haknya telah dibayarkan oleh Negara," pungkasnya. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini