Cepat dan Responsif, Proses Revisi Ganti Rugi Salah Tangkap Layak Dicontoh

Cepat dan Responsif, Proses Revisi Ganti Rugi Salah Tangkap Layak Dicontoh

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 26 Nov 2015 16:45 WIB
Bayu Dwi Anggono (andi/detikcom)
Jakarta - Dalam waktu dua jam, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersama pejabat terkait mengubah revisi PP ganti rugi salah tangkap/peradilan sesat. Padahal, PP itu telah tiga dekade tidak disentuh oleh penguasa.

Dalam PP 27/1983, ganti rugi korban salah tangkap sebesar Rp 5 ribu hingga Rp 1 juta. Jika meninggal dunia, maka diganti Rp 3 juta.

"Model pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif, populis dan partisipatif ini ke depan perlu terus untuk dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PP Kemenkum HAM), mengingat model seperti inilah yang paling dapat mencapai tujuan negara Β hukum Indonesia yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan," ujar ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Kamis (26/11/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Perubahan PP ini dikatakan partisipatif karena ide awal perubahannya berangkat dari jeritan para korban salah tangkap terhadap nasib mereka yang seakan tidak mendapat perlindungan hukum layak dari negara. Atas jeritan para korban yang diangkat ke publik inilah yang membuat Kemenkum HAM tergerak secepatnya melakukan perubahan PP ini.

"Selain itu, proses pembahasan perubahan PP ini di Kementerian Hukum dan HAM juga membuka seluas-luasnya akses publik untuk mencermati draft revisi PP dan mengundang publik memberikan masukan baik secara langsung dan tidak langsung melalui perangkat teknologi informasi," kata Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.Β 

Selain itu, korban dan para pegiat pemberi bantuan hukum, seperti Sri Mulyati dan LBH yang mendampinginya, LBH Mawar Saron diberikan ruang secara terbuka untuk membahasnya. Bahkan, Sri melihat sendiri dan memberikan masukan pasal per pasal rancangan perubahan yang disusun tim perumus.

"Keterbukaan tim perumus juga terepresentasikan melalui keterlibatan NGO seperti YLBHI dan PSHK yang sejak awal membantu perumusan substansi perubahan," ujar Bayu.

Aturan yang akan segera disahkan Desember 2015 ini memuat besaran baru dalam nilai ganti rugi korban rekayasa hukum. Berikut rinciannya:

1. Korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat diganti Rp 500 ribu hingga Rp 100 juta. (Sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 1 juta)

2. Jika korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat luka/cacat maka diganti Rp 25 juta-Rp 100 juta. (Sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 3 juta)

3. Jika korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat meninggal dunia, maka diganti Rp 50 juta-Rp 600 juta. (Sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 3 juta).

Selain itu, revisi juga menyepakati beberapa hal penting yaitu:

1. Permohonan gugatan:
Diajukan maksimal 3 bulan sejak petikan atau salinan berkekuatan hukum tetap diterima.

2. Eksekusi:
Maksimal 14 hari uang ganti rugi harus cair sejak pengadilan pengaju mengajukan ke Kemenkeu.

"Revisi ini merupakan potret pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif, populis dan berbasis partisipasi publik," ucap Bayu menyudahi perbincangan.Β 
(asp/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads