Kisruh e-KTP WNA, Komisi II DPR Usulkan Perbedaan Warna

Kisruh e-KTP WNA, Komisi II DPR Usulkan Perbedaan Warna

Nur Azizah Rizki Astuti - detikNews
Kamis, 28 Feb 2019 17:16 WIB
Petugas memverifikasi data e-KTP TKA asal China yang masuk DPT. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom)
Jakarta - Komisi II DPR mengusulkan ada pembedaan warna e-KTP untuk warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA). Usulan tersebut menanggapi kisruh adanya e-KTP untuk WNA.

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo. Awalnya Firman menyatakan jika unsur-unsur pembeda dalam e-KTP untuk WNA seperti penggunaan bahasa dan masa berlaku itu tidak cukup untuk membedakan e-KTP milik WNI dan WNA.


"Oleh karena itu argumentasi pemerintah bahwa e-KTP yang warna sama untuk bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing yang perbedaannya itu hanya di penggunaan bahasanya itu adalah bahasa asing dan bahasa Indonesia, kemudian ada pemberlakuan e-KTP itu seumur hidup dan tidak seumur hidup itu tidak cukup untuk melihat apakah ini asli atau tidak," ujar Firman usai diskusi bertema 'Polemik e-KTP WNA, Perlukan Perppu?' di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/2/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini yang menimbulkan kecurigaan dari lawan-lawan politik dari pada pemerintah bahwa seolah-olah ini ada indikasi, adalah permainan pemerintah agar bisa dimanfaatkan menjadi peluang untuk memanipulasi suara," imbuhnya.

Oleh karena itu, menurut Firman, penting untuk menjawab kecurigaan publik tentang polemik e-KTP WNA ini. Ia pun mengusulkan ada pembedaan warna bagi e-KTP WNI dan WNA.


"Semua karena kita berdasarkan aturan hukum, maka kita bikin peraturan. Saya tidak sepakat kalau Perppu, tetapi dibikin peraturan turunan yang menjelaskan tentang posisi Pasal 63 (UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan) bahwa warga negara, baik asing di Indonesia perlu identitas itu iya, di negara manapun itu iya, tetapi pembedaan warna itu menjadi penting," tutur Firman.

"Pembedaan warna ini adalah secara kasat mata mereka bisa melihat 'oh yang warnanya agak ke ungu agak ke pink, katakanlah, itu asing'. Jadi ketika mereka itu membawa identitas, orang udah melihat, itu asing, dan setelah itu disosialisasikan kepada masyarakat sampai kepada tingkat penyelenggara di bawah dan kemudian RT RW itu harus menjelaskan itu," sambungnya.

Anggota Komisi II DPR RI Firman SoebagyoAnggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)

Firman pun tak melihat adanya urgensi penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Menurutnya, waktu penyelenggaraan pemilu sudah sangat dekat.


"Ke depan kita tidak perlu membuat Perppu karena Perppu ini kita lihat urgensinya, sebab adalah sudah tinggal 49 hari lagi. Jangan sampai ada isu tentang politisasi yang telah digulirkan oleh kelompok tertentu, seolah-olah mendelegitimasi daripada penyelenggaraan pemilu bahwa nanti akan terjadi pemilu yang tidak jujur dan adil, dan kemudian ada indikasi bahwa ini akan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, terutama incumbent, bahwa ini untuk mempertahankan agar pemilu presiden ini dimenangkan oleh calon tertentu. Bukan karena itu, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak ada tujuan itu," kata Firman.

Sebelumnya, Menkum HAM Yasonna Laoly juga mengusulkan e-KTP untuk WNI dan WNA dibedakan warnanya. Dia memberi contoh KTP untuk WNA di Amerika Serikat.


Soal e-KTP WNA mengemuka saat ditemukannya e-KTP tenaga kerja asing (TKA) China di Cianjur, Jawa Barat. Temuan itu berawal dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) ke sejumlah perusahaan di antaranya peternakan ayam di Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber.

Berdasarkan Pasal 63 UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, TKA bisa memiliki e-KTP setelah memiliki kartu izin tinggal tetap (KITAP). Namun begitu, WNA tetap tidak memiliki hak untuk memilih di pemilu.

Polemik ini kemudian berlanjut setelah warganet membahas munculnya DPT atas nama Bahar dari NIK yang tercantum di e-KTP milik WNA China berinisial GC. Terkait hal ini, KPU menegaskan terjadi kesalahan input. (azr/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads