"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 8 tahun," kata Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan di Pengadilan Tipikor Juanda, Senin (21/1/2019) malam.
Selain itu, MKP harus membayar denda sebesar Rp 500 juta. Apabila ia tidak membayar dikenakan subsider 4 bulan kurungan.
Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni menuntut MKP selama 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider penjara 6 bulan.
Dikatakan hakim, MKP terbukti melakukan korupsi suap perizinan menara telekomunikasi dimana MKP merekomendasikan untuk mengeluarkan izin tower dua perusahaan. Majelis juga menyatakan terdakwa menerima uang secara sadar.
Perbuatan MKP, imbuh hakim, memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam perizinan pendirian tower BTS. MKP terbukti memperkaya diri sendiri dengan melakukan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 2,7 miliar dari perizinan tower.
"Seharusnya pendirian tower yang merupakan investasi perusahaan telekomunikasi ini bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat Mojokerto, bukan kepada pribadi MKP," tegas majelis hakim.
Atas tindakannya tersebut, MKP melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Selain menjatuhkan vonis 8 tahun, majelis hakim juga mencabut hak politik MKP selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara pokoknya," terang Hakim I Wayan Sosiawan.
Sementara itu, usai mendengar putusan tersebut, Jaksa KPK Tri Anggoro Mukti mengatakan akan berkordinasi internal terlebih dahulu sebelum memutusakan untuk melakukan banding.
"Masih ada waktu 7 hari untuk mengajukan banding," ujar Mukti.
Kasus suap Bupati Mojokerto dua periode itu bermula saat Satpol PP Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyegel 22 menara telekomunikasi yang tak berizin. MKP kemudian meminta fee atau pungli sebesar Rp 200 juta sebagai biaya perizinan. Total fee untuk perizinan 22 menara itu sebesar Rp 4,4 miliar, namun baru diberikan Rp 2,75 miliar.
Selama persidangan, sebanyak 35 saksi yang dihadirkan di pengadilan cenderung memberatkan MKP. Terdakwa dinilai sebagai otak dalam kasus ini.
Selain kasus suap perizinan tower, KPK juga akan menjerat MKP dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia diduga menyamarkan hasil korupsi melalui perusahaan milik keluarga, seperti CV Musika, PT Sirkah Purbantara, dan PT Jisoelman Putra Bangsa.
MKP juga diduga menempatkan, menyimpan dan membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi, berupa uang tunai Rp 4,2 miliar, kendaraan roda empat sebanyak 30 unit atas nama pihak lain. Kemudian kendaraan roda dua sebanyak dua unit atas nama pihak lain, dan jetski sebanyak lima unit. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini