Pendamping korban yakni LSM Rifka Annisa membeberkan perjuangan korban mengadvokasi dirinya.
Direktur Rifka Annisa, Suharti, menjelaskan pascadiperkosa di lokasi KKN tanggal 30 Juni 2017 penyintas sudah berupaya mencari keadilan. Diawali upaya penyintas mengakses layanan di Rifka Annisa pada tanggal 18 September 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengetahui mendapat nilai C di program KKN, penyintas sejak bulan Oktober 2017 berjuang memulihkan nilainya. Selanjutnya penyintas didampingi Rifka Annisa bertemu dengan perwakilan rektorat tanggal 7 Februari 2018.
"Kami juga bertemu dengan perwakilan Fisipol, Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPkM) UGM untuk dimintai keterangan terkait peristiwa kekerasan seksual yang dialami (penyintas)," ungkap Suharti.
Merespon hal tersebut UGM membentuk tim investigasi pada tanggal 20 April 2018. Tim ini akhirnya dibubarkan setelah menyerahkan laporan beserta rekomendasinya kepada rektor pada tanggal 20 Juli 2018.
Namun penyintas justru mendapat kabar pelaku perkosaan, HS, akan melangsungkan sidang pendadaran skripsi pada tanggal 6 Agustus 2018. Padahal sebelumnya Rektor UGM menjanjikan nilai KKN HS akan ditahan sampai kasus selesai.
"Mengetahui hal itu penyintas berinisiatif menemui ketua tim investigasi, dan baru diberi tahu bahwa tim investigasi telah menyerahkan rekomendasinya ke Rektorat (UGM) pada tanggal 20 Juli 2018," ungkapnya.
Upaya penyintas untuk memulihkan nilai KKN-nya baru direspon UGM pada tanggal 14 September 2018. Nilai KKN yang semula C kemudian diubah pihak UGM menjadi A/B. Kemudian pada awal November 2018 terbit laporan Balairung.
Laporan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung berjudul 'Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan' yang diungggah di balairungpress.com menjadi perbincangan publik. Kasus ini akhirnya menjadi sorotan.
Merespon bola liar ini, lanjut Suharti, Rektorat UGM mengundang penyintas pada tanggal 26 November 2018. Intinya UGM ingin memberitahu bahwa mereka telah membentuk Komite Etik untuk menangani perkosaan yang terjadi.
"Kemudian penyintas diundang secara lisan untuk menandatangani permohonan maaf oleh HS di Rektorat UGM pada tanggal 17 Desember 2018. Tapi dibatalkan secara sepihak," tuturnya.
"Terakhir masa kerja komite etik berakhir tanggal 31 Desember 2018. Tapi penyintas maupun tim pendamping belum mendapatkan salinan keputusan dan rekomendasinya hingga saat ini," pungkas Suharti.
Saksikan juga video 'KKN UGM Diguncang Skandal Dugaan Pelecehan Seksual':
(sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini