Pusat Studi Konstitusi Soroti Putusan PTUN soal OSO Boleh Nyaleg

Pusat Studi Konstitusi Soroti Putusan PTUN soal OSO Boleh Nyaleg

Zunita Putri - detikNews
Minggu, 18 Nov 2018 15:27 WIB
Foto: Diskusi Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Zunita-detikcom).
Jakarta - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai ada yang aneh terkait putusan PTUN soal pencalonan Oesman Sapta Oedang (OSO) sebagai calon anggota DPD di Pemilu 2019. Dia menilai putusan tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Putusan PTUN menurut hemat saya aneh, karena mengabaikan putusan MK, putusan PTUN itu meminta KPU membatalkan SK KPU dan meminta khusus agar OSO dimasukkan dalam list, dalam daftar calon tetap anggota DPD," ujar Feri saat diskusi di Warung Upnormal, Jl. KH Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (18/11/2018).

Dia juga menilai putusan tersebut bertentangan dengan semangat Undang-undang Dasar 1945 dan UU Pemilu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Probelmatika sebenarnya selain bertentangan dengan UU dan putusan MK, putusan PTUN itu bertentangan dengan semangat UUD 45, dan UU Pemilu yang sudah ditafsirkan di MK," tegas dia.


Menurut Feri, putusan PTUN yang meminta KPU untuk memasuki nama OSO di daftar list bersifat memaksa KPU. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan aturan negara dan putusan MK.

"Kemudian saya menilai PTUN yang memaksa orang untuk masukkan ke daftar list, sebenarnya bertentangan dengan UUD dan UU Pemilu, dan juga putusan MK," ucapnya.

Terakhir, dia pun menyarankan agar KPU mengikuti putusan MK yang menyarankan agar Anggota DPD bukan berasal dari pengurus partai politik. Menurutnya, jika KPU tidak mengikuti putusan MK berarti KPU menentang aturan UUD 45, UU Pemilu, dan putusan MK.


"Nah Sekarang timbulnya masalah KPU bingung, apa ikuti putusan MK atau putusan MA? Kedua-duanya saling berseberangan, karena ini adalah 2 pilihan, saya nggak sarankan KPU abaikan salah satu putusan tapi saya sarankan KPU memilih salah satu. Ke mana KPU harus memilih? Tentu saja harus ikuti MK, kenapa? Dengan ikuti putusan MK, maka KPU berarti ikuti kehendak UUD dan UU Pemilu," tuturnya.

"Jadi ada 3 hal jka KPU mengikuti MK, UUD, UU Pemilu dan putusan MK sendiri, sementara kalau KPU memilih jalan yang berbeda, maka KPU akan menentang 3 ketentuan itu," pungkas Feri. (zap/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads