Lika-Liku Kasus OSO Gugat Pencalonan Caleg DPD

Lika-Liku Kasus OSO Gugat Pencalonan Caleg DPD

Yulida Medistiara - detikNews
Kamis, 15 Nov 2018 14:58 WIB
Foto: Oesman Sapta Odang atau OSO. (Ari Saputra/detikcom).
Jakarta - Langkah Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) untuk maju sebagai calon anggota DPD di Pemilu 2019 terhambat lantaran ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai menjadi caleg DPD RI. Tak terima pencalonannya terganjal putusan MK, OSO pun mengajukan gugatan uji materi ke (Mahkamah Agung) MA dan PTUN Jakarta.

Gugatan OSO di MA dan PTUN berjalan lancar. MA memutuskan Pemilu 2019 bisa diikuti calon anggota DPD yang juga pengurus Parpol. Berikut ini perjalanan kasus OSO menggugat pencalonan sebagai caleg DPD.

Kasus bermula saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon DPD dilarang rangkap jabatan dengan pengurus Parpol. Putusan MK itu ditindaklanjuti KPU dengan mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPU melalui surat edaran tanggal 10 September 2018 meminta OSO menyerahkan surat keputusan pemberhentian dari partai politik paling lambat 19 September 2018 pukul 24.00 WIB. Namun OSO tidak terima dan menganggap putusan MK tidak berlaku surut atau nonretroaktif.


Keberatan dengan surat edaran KPU itu, OSO melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra melaporkan KPU ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administrasi pemilu mengenai syarat calon anggota DPD. Akan tetapi dalam putusan sidang ajudikasi, Bawaslu memutuskan KPU tidak melanggar administrasi.

"Menyatakan terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi," ujar ketua majelis yang juga Ketua Bawaslu Abhan dalam persidangan di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (5/10/2018).

Selain melaporkan KPU ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administrasi, OSO yang kini menjabat sebagai Ketua DPD RI juga menggugat KPU lantaran namanya dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD ke Bawaslu. Selanjutnya dalam sidang putusan, Bawaslu memutuskan menolak permohonan OSO.

Dalam pertimbangan putusan, Bawaslu mengatakan putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada 23 Juli lalu tidak berlaku surut dan pada saat diputuskan belum dalam tahapan penetapan DCT. Karena itu, syarat bacaleg DPD masih dapat berubah mengikuti peraturan hukum yang ada.

Lika-Liku Kasus OSO Gugat Pencalonan Caleg DPDFoto: Arief Budiman. (Ari Saputra/detikcom).

"Bahwa ketentuan ini menegaskan bahwa proses pendaftaran DPD belum berakhir dan masih terdapat ada kondisi tertentu yang menyebabkan status seorang berubah, termasuk munculnya aturan baru berdasarkan putusan pengadilan yang berlaku mengikat. Karena masa pendaftaran masih belum sampai tahap akhir yaitu penetapan DCT," ujar ketua majelis hakim Abhan membacakan putusan di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (11/10).

Tak terima dengan putusan Bawaslu, OSO kemudian mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, MA mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan OSO terkait PKPU Nomor 26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu DPD RI. PKPU tersebut melarang pengurus parpol maju jadi caleg DPD RI.

MA memutuskan Pemilu 2019 bisa diikuti calon anggota DPD yang juga pengurus Parpol. Selain memenangkan gugatan di MA, OSO juga mengajukan upaya hukum lain dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

Dalam putusan yang dibacakan Rabu (14/11), PTUN Jakarta memerintahkan KPU memasukkan nama OSO sebagai calon DPD pada Pileg 2019. Hal itu setelah OSO mengantongi putusan judicial review di Mahkamah Agung (MA).


"Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 yang baru yang mencantumkan nama Penggugat sebagai Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019," ujar ketua majelis Edi Sapta Surheza di PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.

Berdasarkan putusan institusi hukum yang berbeda antara MK, MA, dan PTUN terkait pencalonan DPD, KPU meminta saran dari pakar hukum tata negara. Sejumlah pakar hukum tata negara menyarankan KPU mengikuti putusan MK yang melarang pengurus parpol menjadi calon anggota DPD RI atau senator.

Saran ini disampaikan dalam diskusi Ketua KPU Arief Budiman, komisioner KPU Ilham Saputra dan Pramono Ubaid, serta sejumlah pakar hukum tata negara, yakni Feri Amsari, Jimmy Z Usfunan, dan Auliya Khasanofa.

Feri Amsari menyarankan KPU mengikuti putusan MK karena pada masa Pemilu 2009, KPU juga menghadapi persoalan yang sama dan akhirnya KPU saat itu memilih mengikuti putusan MK. Selain itu, secara tingkatan tataran hukum, putusan MK lebih tinggi karena merupakan penafsiran undang-undang dan diuji lagi bertentangan-tidaknya dengan UUD 1945.

"Ada baiknya KPU kemudian menindaklanjuti putusan MK dan coba mengabaikan putusan MA. Walaupun kita sadari kondisinya jauh berbeda antara 2009 dan kemudian 2018 karena objek yang dipermasalahkan berbeda dan permasalahannya jauh lebih kompleks saat ini. Tapi itulah saran-saran kami agar kemudian KPU mempertimbangkan putusan MK dan dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan kalau mengabaikan putusan MK," ujar Feri di KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan menunggu salinan putusan PTUN Jakarta yang memerintahkan KPU memasukkan nama OSO dalam daftar caleg tetap DPD. KPU akan segera mengambil keputusan setelah mempelajari putusan PTUN.

Nantinya KPU tetap akan melibatkan pakar hukum tata negara. KPU tak ingin ada pertentangan hukum antara putusan MK, MA, dan PTUN.

"Atas diskusi beberapa putusan itu, KPU akan segera ambil sikap dalam waktu dekat supaya tindak lanjutnya komprehensif dan tidak bertentangan. Kami harus kaji secara utuh seluruh salinan putusan, baik dari MK, MA, maupun PTUN, supaya nanti tak ada perdebatan lagi tentang tindak lanjut yang akan dilakukan KPU," ucap Arief, di gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (14/11).


Saksikan juga video 'OSO Dicoret dari Daftar Caleg DPD':

[Gambas:Video 20detik]

(yld/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads