"Itu sebenarnya bentuk kepedulian masyarakat UGM terhadap apa yang ada di sekitarnya, itu hal positif yang saya lihat. Tetapi kan tidak semudah itu kemudian sanksi (di-DO)," kata Kabag Humas dan Protokol UGM, Iva Aryani saat ditemui detikcom, Kamis (8/11/2018).
Iva mengatakan, dalam kasus ini pihak kampus tidak bisa serta merta mencabut status kemahasiswaan pelaku. Menurutnya, pihak kampus harus mendudukkan persoalan kasus tersebut sebelum memberikan sanksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita juga harus mencermati, itu prosesnya tidak mudah. Saya tidak bisa mengatakan 'oh bisa atau tidak'. Karena ini ada banyak rentetan hal yang harus dipertimbangkan sebelum penjatuhan hukuman itu," ungkapnya.
Selanjutnya Iva menerangkan bahwa pelaku sebenarnya telah menyelesaikan administrasi akademiknya. Namun pelaku tidak tidak bisa diwisuda sebelum kasus tersebut selesai. Tak hanya itu, UGM juga tak bisa mengeluarkan ijazah yang bersangkutan.
"Ijazah, transkrip nilai, ya semuanya, semua hal. UGM tidak akan memberikan surat keterangan bahwa yang bersangkutan (pelaku) sudah lulus sehingga bisa dipakai untuk mencari pekerjaanlah misalnya," paparnya.
"Dia (pelaku) kan bisa mendapatkan bukti lulus pada waktu dia diwisuda. Pada waktu diwisuda inikan ya prosesnya itu tadi yang saya bilang, dia masih belum boleh (lulus) selama prosesnya belum selesai," lanjutnya.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan #kitaAGNI menggelar aksi di halaman Fisipol UGM. Dalam aksinya, mereka melayangkan sembilan tuntutan kepada pihak kampus, salah satunya meminta pelaku di-DO. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini