Kedua mahasiswa itu adalah Faisal Alhaq Harahap dan M Raditio Jati Utomo. Mereka menggugat frase di Pasal 1 angka 2 yang berbunyi:
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyatakan frase 'dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan' tidak mempunyai hukum mengikat," kata penggugat sebagaimana dikutip dari website MK, Selasa (4/9/2018).
Kedua aktivis HMI itu menilai definisi frase di atas multitafsir. Karena sama saja mendefinisikan 'mencuri makanan adalah perbuatan yang dilakukan dengan motif kelaparan'. Yang mana seseorang tidak akan dikatakan mencuri makanan apabila tidak memiliki motif kelaparan.
"Definisi ini tidak memberikan perlindungan hukum yang adil dalam melakukan perbuatan. Bisa saja terdapat motif lain yang bermacam-macam dan juga mustahil bagi aparat penegak hukum membuktikan motif seseorang melakukan sesuatu perbuatan, karena hanya orang tersebut yang mengetahui motifnya yang sebenarnya," ujar keduanya dalam berkas gugatan.
Mereka mencontohkan kasus bom yang terjadi di Mal Alam Sutera. Pelaku bertujuan agar dirinya mendapatkan sejumlah uang atau motif ekonomi.
"Oleh karenanya, definisi terorisme dalam pasal a quo dapat membuat seseorang teroris membela dirinya bukan teroris karena aparat penegak hukum tidak mampu membuktikan motif yang dimilikinya," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini