"Saya menegaskan lewat Dirjen Otda juga kalau gubernur, bupati, wali kota merasa tertekan atau saling menekan antara eksekutif dan legislatif ya jangan dikompromikan disahkan di perda. Lewat pergub, lewat peraturan bupati, wali kota sah. Nggak harus diputuskan bersama-sama dengan DPRD," kata Tjahjo saat menghadiri Rakor Ditjen Keuangan Daerah dan Sosialisasi tentang Pedoman Penyusunan APBD, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).
Penyusunan APBD melalui pergub/perbup/perwalkot, kata Tjahjo, bertujuan untuk menghindari terjadinya lobi-lobi antara eksekutif dengan legislatif. Sebab, lanjutnya, banyak kasus korupsi APBD yang bermula dari kongkalikong eksekutif dan legislatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Tjahjo menegaskan bukan berarti DPRD tidak dilibatkan dalam urusan proses pembahasan anggaran di pemda.
"Memang sebaiknya dengan DPRD, tadi ada fungsi pengawasan, fungsi budgeting, fungsi legislasi apalagi ini kita dengan sistem politik yang ada harus kita hormati," kata Tjahjo.
Dalam kesempatan ini, Tjahjo juga mengingatkan kepada pemerintah daerah, baik legislatif maupun eksekutif untuk mencermati area rawan korupsi dalam proses penganggaran. Area rawan korupsi yang dimaksud adalah perencanaan anggaran, dana hibah dan bansos, serta pengadaan barang dan jasa.
"Mengingatkan kembali pahami area rawan korupsi tapi tetap fokus area rawan korupsi itu pada perencanaan anggaran," kata dia. (jbr/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini