"Kayak Dharma Jaya, Rp 39 miliar yang mereka seharusnya menerima. Food Station sekitar Rp 125 miliar. Nah, harusnya nggak serta-merta bisa juga dibatalkan. Apalagi dengan asumsi nanti akan dicarikan mitra kerja swasta," sesal Ruslan saat dimintai tanggapan di gedung DPRD DKI Jakarta, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2017).
Legislator dari Partai Hanura ini pun tak sependapat dengan usulan kerja sama PD Dharma Jaya dengan pihak swasta. Kata dia, usulan itu justru akan berimbas buruk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruslan berpendapat, kalau prinsipnya kemandirian, PT Jakarta Propertindo-lah yang semestinya tidak mendapatkan PMD. BUMD yang bergerak di bidang infrastuktur itu diketahui menerima PMD sebesar Rp 2,2 miliar.
"Kan bahasanya gubernur mereka harus mandiri. Ya, kita lihat dulu mana yang mandiri, mana yang tidak. Kalau kaya Jakpro suruh mandiri sih sah-sah saja. Bila perlu, MRT suruh mandiri saja, kan begitu. Ya kan. Itu bisnis murni," urainya.
Pencabutan PMD untuk PD Dharma Jaya sebenarnya dilakukan untuk menutupi kekurangan APBD DKI Jakarta 2018. Ruslan berpendapat Gubernur Anies seharusnya melihat dengan logika dalam memutuskan BUMD mana yang pantas mendapatkan PMD.
"Begini, ya tinggal mata batin atau mata hati para pemangku kebijakan itu melihatnya, jangan dengan kacamata kuda. Tapi dengan hati dan logika," sindirnya.
Ruslan meyakini, jika logika yang dipakai, siapa pun gubernurnya tak bakal mencabut PMD untuk PD Dharma Jaya. "Kalau dia bicara dengan kacamata kuda, ya sudah nyelonong saja, yang kelihatan lurus saja. Tapi, kalau bicara dengan pertimbangan logika dan akal sehat, tentu saya pikir siapa pun akan mempertimbangkan itu, (PMD) untuk diberikan," tutupnya. (zak/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini