"Saudara ingat pernah membeli rumah di Menteng?" tanya jaksa pada KPK, Irene Putri, di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).
"Iya. Nilai rumah Rp 80 miliar," jawab Inayah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Selisih) Rp 5 miliar itu banyak, lo," tanggap jaksa.
Rumah tersebut dibeli atas nama ibunya yang bernama Hidayah. Alasan pengatasnamaan tersebut untuk menghindari pajak progresif karena pada tahun yang sama Inayah membeli properti lainnya.
"Atas nama ibu saya. Karena pada tahun yang sama saya ada pembelian properti juga di daerah Tebet. Jadi tidak bisa, seperti kena pajak progresif, jadi saya pinjam nama ibu saya," tutur Inayah.
Jaksa Basir kemudian mempertanyakan asal uang untuk pembayaran rumah. Inayah menyebut yang membayar adalah suaminya.
"Siapa yang beli?" tanya jaksa Basir.
"Terdakwa (Andi)," jawab Inayah.
"Mekanismenya ada yang secara tunai, ada transfer. Pemiliknya Ibu Antarini Malik. Tunainya dalam cek, Danamon. Lupa (berapa tahap)," tutur Inayah.
Jaksa Basir mempertanyakan pembayaran melalui money changer. Inayah membenarkan hal tersebut.
"Di record Ibu Meliyana (pemilik money changer) ada transaksi 30 Juli 2016, ada Rp 1.831.620.000 dan Rp 1.050.000.000 untuk pembelian rumah di Menteng. Lewat Ibu Meliyana baru hampir Rp 3 miliar, sisanya dari mana?" tanya jaksa Basir.
"Pakai cek Danamon dalam negeri," tutur Inayah.
Jaksa Basir lantas menyinggung soal adanya uang masuk dari rekening di Singapura sebesar USD 78 ribu ke rekening Antaraini untuk pembayaran rumah. Inayah mengaku tak tahu-menahu termasuk soal apakah Andi punya rekening di Singapura atau tidak.
"Tidak tahu, saya hanya melaksanakan transaksi yang ada uang di rekening saya, selebihnya saya tidak tahu," ujar Inayah. (rna/dhn)