Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa hasil Pileg 2024 dengan agenda mendengarkan jawaban pemohon, pihak terkait dan Bawaslu. Salah satu Anggota Bawaslu Intan Jaya, Otniel Tipagau, bercerita soal penyanderaan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) berujung pencoblosan di Distrik Homeyo mundur.
Hal itu disampaikannya dalam sidang sengketa Pileg 2024 yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024). Ketua hakim panel 3, Arief Hidayat, bertanya kepada Otniel soal mundurnya sebagian pemungutan suara ke tanggal 23 Februari 2024 atau 9 hari dari jadwal Pemilu 14 Februari.
Otniel pun menyebut pemungutan suara susulan (PSS) disebabkan oleh penyanderaan pesawat yang menjadi moda transportasi penghubung wilayah pegunungan di Intan Jaya. Penyanderaan dilakukan oleh OPM.
"Waktu itu memang terjadi penyanderaan pesawat. Kemudian waktu itu kita mediasi dengan pihak PPD (panitia pengawas desa) kemudian para (kepala) kampung, tokoh-tokoh kami kasih Rp 150 juta waktu itu, KKB ya," kata Otniel.
Dia mengatakan penyanderaan itu terjadi karena KKB meminta bukti izin masuk yang mereka berikan ke maskapai tersebut. Dia menjelaskan saat penyanderaan itu membuat Bawaslu akhirnya merekomendasikan pemungutan suara susulan.
"Saya juga waktu itu tidak bisa. Saya mau ke distrik ibu kota tapi saya juga waktu itu juga ditangkap di situ. Akhirnya kami mengeluarkan rekomendasi yang tadi, PSS," ujarnya.
Arief bertanya bagaimana dia dan koleganya dilepaskan oleh KKB. Otniel mengatakan dirinya bebas setelah memberi uang ke OPM.
"Waktu itu ditangkap bisa dilepaskan? Kenapa bisa dilepaskan gimana ceritanya?," tanya Arief.
"Kami kasih uang," jawab Otniel.
"Oh oke berarti Bawaslu duitnya banyak itu ya," sambung Arief disambut tawa hadirin di ruang sidang.
Otniel bercerita kondisi Intan Jaya memang menyulitkan dari sisi transportasi. Otniel mengaku disandera sejak pagi hingga sore.
"Saya waktu itu dicegat ditangkap dari jam 07.00 sampai jam 15.00 sore," ujar dia.
"Mereka hanya meminta uang. Karena waktu mereka tangkap pesawat, penyanderaan pesawat itu kita salah memberikan uang kepada KKB yang tempat lain sehingga yang di situ mereka minta," sambung Otniel.
Arief kemudian penasaran berapa uang yang diserahkan ke OPM hingga mereka bisa bebas. Otniel mengatakan uang itu berasal dari patungan Bawaslu, para caleg hingga masyarakat.
"Yang pertama kami sudah kasih Rp 150 juta kemudian yang saya sekitar Rp 25 juta," ujar dia.
"Duitnya dari mana?" tanya Arief.
"Kumpul-kumpul para masyarakat, caleg, kemudian kami Bawaslu, PPD," jawab Otniel.
(bel/haf)