Pakar Hukum Tata Negara Nilai Isu Pemakzulan Jokowi Imajiner Belaka

Firda Cynthia Anggrainy - detikNews
Kamis, 18 Jan 2024 10:38 WIB
Fahri Bachmid. (Dok. Istimewa)
Jakarta -

Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, menilai usulan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 memuat kepentingan politis. Menurut Fahri, usulan pemakzulan itu lebih berorientasi pada dorongan mendelegitimasi Pemilu 2024.

"Manuver yang dilakukan oleh petisi 100 itu sifatnya politis, dan lebih berorientasi pada upaya mendelegitimasi Pemilu 2024. Ini sangat destruktif dalam upaya membangun demokrasi konstitusional saat ini. Sebab secara konstitusional, discourse terkait pemakzulan presiden tidak mempunyai basis legal konstitusional, sehingga bernuansa imajiner belaka," kata Fahri dalam keterangan tertulis, Kamis (18/1/2024).

Fahri menerangkan pemakzulan presiden memiliki syarat secara hukum. Dia mengatakan ada sejumlah alasan yang harus dipenuhi untuk memakzulkan presiden, salah satunya tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Harus memenuhi anasir-anasir absolut yang bersifat measurable, yaitu terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela; maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden dan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi mutlak tingkat keterbuktiannya atau attainable," jelas Fahri.

"Artinya di luar 'article of impeachment' sebagaimana rumusan konstitusi itu, maka tidak cukup alasan atau berdasar untuk melakukan pemakzulan presiden," sambungnya.

Mekanisme Pemakzulan

Fahri menguraikan bahwa lembaga pemakzulan/impeachment presiden telah diatur dalam konstitusi. Dia merujuk pada ketentuan norma Pasal 7A dan 7B yang mengatur bahwa presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR.

"Baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden," katanya.

DPR, lanjut Fahri, hanya dapat mengusulkan pemakzulan presiden kepada MPR apabila telah mengajukan lebih dulu ke MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana disebutkan di atas. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus terhadap pendapat DPR tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.

Lihat juga Video: Airlangga soal Isu Pemakzulan Jokowi: Tak Ada Pembahasan di DPR







(fca/rfs)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork