Kolom

Menyiapkan Gen Z Menuju Indonesia Emas 2045

Iwan Nugroho - detikNews
Senin, 29 Sep 2025 10:05 WIB
Foto: Ilustrasi Gen Z (Getty Images/Keeproll)
Jakarta -

Beberapa waktu terakhir ini, generasi Z (gen Z) tersorot media dalam peristiwa demonstrasi dan kerusuhan di Indonesia, Nepal dan Perancis. Mereka bersama unsur masyarakat lain melakukan protes kepada pemerintah, menyuarakan aspirasi dan kepedulian terhadap masalah yang sedang terjadi di negaranya.

Gen Z adalah generasi yang lahir dalam periode 1997-2012. Mereka saat ini berusia 13 hingga 28 tahun, bisa jadi sebagai siswa SMA, mahasiswa, fresh graduate, karyawan baru, atau entrepreneur muda. Mereka dikenal dengan ciri digital native, ambisius dan percaya diri.

Berdasarkan data Susenas BPS (2024), Gen Z mengisi 24.12 persen dari klas menengah. Komposisi Gen Z bersama generasi Milenial (lahir 1981-1996) hampir 50 persen dari kelompok klas menengah. Mereka lahir, tumbuh dan berkembang dalam keluarga relatif berkecukupan dengan pendidikan yang baik, mampu berkomunikasi dan beraktualisasi secara luas didukung literasi digital.

Namun, Gen Z juga tumbuh dalam situasi dunia yang kompleks. Mereka menghadapi kenyataan perihal kesenjangan sosial dan ekonomi, isyu lingkungan dan perubahan iklim, atau hak asasi manusia. Pada posisi ini, kesadaran untuk menyuarakan isu yang menjadi minat mereka begitu kuat.

Didukung literasi digital, suara kritis gen Z muncul dan menggema bersamaan dalam berbagai platform media. Mereka secara terang-terangan melawan pihak yang tidak bersesuaian dengan kesadaran kolektifnya. Partisipasi dalam demonstrasi, menunjukkan klimaks ketidakpuasan terhadap situasi yang terjadi.

Gen Z diharapkan berperan penting dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Pada saat itu, mereka akan berusia 34 hingga 48 tahun, usia yang sangat produktif hingga matang untuk mengambil peran penting dalam pembangunan.

Indonesia Emas 2045 memproyeksikan Indonesia menjadi negara maju melalui transformasi sosial, ekonomi, tata kelola, supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia, serta ketahanan sosial budaya dan ekologi (RPJPN 2025-2045).

Beberapa indikator ekonomi telah diproyeksikan dari tahun 2025 ke 2045, antara lain jumlah penduduk naik dari 285 menjadi 324 juta jiwa, pendapatan per kapita naik dari 5500 menjadi 30300 dolar, kemiskinan turun dari 8 menjadi 0.8 persen, share PDB manufaktur naik dari 21 menjadi 28 persen, rasio kewirausahaan naik dari 3.1 menjadi 8.0 persen, indeks inovasi global naik dari 60 menjadi 30 besar, indeks daya saing digital meningkat dari 43 menjadi 20 besar, share ekspor dalam PDB naik dari 21.6 menjadi 40 persen.

Indikator tersebut menunjukkan kemampuan bersaing Indonesia yang makin kuat, didukung inovasi, penguatan industri melalui hilirisasi, serta berkembangnya ekonomi jasa.

Pertanyaannya apakah gen Z mampu menerima amanah memimpin dan mengawal transformasi besar-besaran menuju Indonesia Emas 2045? Harapannya mereka memiliki bekal menghadapi dinamika dan tantangan di masa mendatang. Bagaimana mengoptimalkan potensi gen Z menyongsong Indonesia Emas 2045?

Pertama, mengoptimalkan bonus demografi. Sebagaimana studi BPS (2012), bonus demografi diproyeksikan terjadi dalam periode 2025 hingga 2030.

Pada lima tahun ke depan itu, rasio jumlah penduduk usia tidak produktif (65 tahun) terhadap usia produktif (15-65 tahun) mencapai titik terendah, yakni 0.44. Setelah tahun 2030, rasio ketergantungan itu berangsur naik mengikuti pertumbuhan demografi.

Implikasinya, potensi SDM usia produktif, khususnya gen Z harus disiapkan menjadi human capital yang berkualitas. Dalam konsep ekonomi, mereka bisa dibekali pendidikan dan ragam ketrampilan yang match dengan lapangan kerja untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Upaya pengembangan human capital ini harus berkelanjutan mengisi kebutuhan sektor ekonomi secara inklusif agar berdampak kepada kesejahteraan dan menekan kesenjangan, sebagaimana sasaran Indonesia Emas 2045.

Kedua, peningkatan peran gen Z dalam pembangunan. Pendidikan atau ketrampilan yang diterima gen Z belum cukup untuk memberikan pengaruh kepada akselerasi pembangunan. Mereka perlu diberi ruang agar aspirasinya dipertimbangkan, karena merekalah subyek estafet pembangunan hingga tahun 2045 atau setelahnya.

Menurut Lembaga Mckinsey, Gen Z digambarkan sebagai sangat inklusif, sangat menghargai perbedaan pandangan terhadap isyu tertentu, kurang mempertimbangkan status sosial ekonomi (conscious unbossing). Mereka mengandalkan pemikiran disruptive untuk menyelesaikan masalah sebagaimana kehidupan bisnis dan entrepreneurship.

Pemikiran kritis gen Z telah mencapai level kepada kebutuhan perubahan institusional. Kesadaran yang tinggi terhadap isu kesenjangan sosial dan ekonomi, dan teraktualisasi dalam demontrasi belakangan ini, menunjukkan sistem kelembagaan yang ada tidak mampu menyelesaikan masalah. Karena itu sangat dipahami, mereka menuntut reformasi di berbagai institusi terutama parpol atau DPR.

Mereka menilai institusi saat ini cenderung status quo terhadap fenomena kesenjangan sosial ekonomi. Mereka menginginkan institusi-institusi negara melakukan transformasi menjadi sangat efisien, tidak ada korupsi, agar terjadi akselerasi menuju pencapaian Indonesia 2045.

Ketiga, peningkatan life skill. Sungguhpun gen Z menampilkan potensi besar untuk mengembangkan dirinya, mereka perlu belajar menjadi dewasa. Mereka perlu mengembangkan empati, komunikasi, dan kecerdasan emosional, agar dapat memahami orang lain, organisasi, dan dunia nyata beserta permasalahannya.

Mereka perlu berjuang dan memotivasi diri menghadapi tantangan secara bertanggungjawab; dengan belajar dari pengalaman generasi lebih tua perihal disiplin, hidup sehat dan produktif.

Gen Z sangat perlu ditanamkan tentang nilai, norma dan etika, untuk memperkuat kemanfaatan dan keselarasan dalam hubungannya kepada Tuhan dan sesama (Gianto et al. (2023).

Gen Z memiliki posisi sangat penting membawa pesan dan mengimplementasikan diversity, equity and inclusion (DEI) dalam kehidupan (Szlavi et al., 2023). DEI sangat mementingkan penghargaan terhadap kemanusiaan atas dasar meritokrasi tanpa melihat latar belakang dan asalnya.

Keempat, memperkuat karakter kebangsaan. Gen Z akan menjadi pemimpin masa depan Indonesia. Mereka hendaknya memiliki karakter kebangsaan (Hudi et al., 2024), dengan memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai ideologi nasional dalam kehidupan nyata. Mereka ini boleh memiliki pemikiran dan pergaulan global, modern atau transnasional, namun tetap berakar kepada budaya bangsa berideologi Pancasila.

Pada tahun 2045, kepemimpinan Indonesia di kawasan regional semakin meningkat. Posisi Indonesia dalam G20 akan masuk lima besar. Hal ini membutuhkan dukungan kemampuan diplomasi yang berkualitas dalam tataran global.

Berbagai kemungkinan bisa terjadi, seperti konflik regional, kompetisi alokasi sumberdaya, perubahan iklim, atau human trafficking. Gen Z perlu mempersiapkan diri dengan kemampuan dalam negosiasi dan resolusi politik, ekonomi dan pertahanan keamanan; dengan mengutamakan kepada kepentingan nasional.

Iwan Nugroho. Guru Besar, Universitas Widyagama Malang, Alumni PPRA 45 Lemhannas RI 2010 dan Penulis buku Pembangunan Wilayah (LP3ES).

Tonton juga video "POV Gen Z Cobain Kirim Surat Lewat Pos" di sini:




(rdp/imk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork