Kolom

Prabowo Sukses Nego Tarif AS, Kemenangan Bagi Pekerja dan UMKM

Trubus Rahardiansah - detikNews
Rabu, 16 Jul 2025 14:03 WIB
Foto: Trubus Rahardiansah (Dok Pribadi)
Jakarta -

Turunnya tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dari 35% menjadi 19% mungkin terdengar seperti perubahan angka semata. Tapi di balik angka itu, tersimpan harapan baru bagi jutaan pekerja, pelaku industri, dan UMKM yang selama ini hidup dari aktivitas ekspor.

Keberhasilan ini lahir dari diplomasi langsung antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden AS Donald Trump. Bukan sekadar simbolik, melainkan perundingan substantif yang membuka ruang nyata bagi produk-produk Indonesia kembali bersaing di salah satu pasar terbesar dunia.

Selama bertahun-tahun, produk ekspor unggulan Indonesia, dari tekstil, alas kaki, furnitur, hingga produk karet, harus berhadapan dengan tarif tinggi di pasar AS. Di tengah tekanan global dan meningkatnya persaingan, tarif sebesar 35% membuat harga produk Indonesia menjadi tidak kompetitif dibanding negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, dan Meksiko.

Akibatnya, banyak pabrik mengurangi kapasitas produksi. Beberapa hanya beroperasi satu shift. Bahkan tidak sedikit yang melakukan perampingan tenaga kerja atau merumahkan karyawan karena menurunnya permintaan dari luar negeri.

Tarif Turun, Produk Indonesia Lebih Kompetitif

Dengan tarif baru sebesar 19%, produk Indonesia kini kembali punya posisi tawar. Lebih dari itu, kita justru lebih kompetitif dibanding negara-negara besar lain di Asia. Sebagai gambaran:

Vietnam kini dikenai tarif 20% (dan 40% untuk transshipment)

Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang dikenai 25%

Thailand 36%, Laos 40%

Artinya, buyer dari Amerika kini punya alasan kuat untuk memesan lagi dari Indonesia. Produknya masuk lebih murah, kualitas tetap baik, dan kapasitas produksinya terjaga. Bagi industri, ini berarti satu hal yang sangat penting: order kembali masuk.

Esensi dibalik tarif dagang adalah menuntut semua pelaku usaha untuk memperbaiki kualitas produk yang lebih memberikan kepuasan konsumen. Upaya Prabowo dalam jangka panjang ditujukan agar semua pelaku usaha di berbagai sektor manufaktur, jasa dan lain lain mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia sehingga ada ketahanan nasional di tengah dinamika gejolak ekonomi global dan domestik.

Dan bagi para pekerja, itu berarti pekerjaan kembali tersedia. Pabrik kembali buka dua shift. Lini produksi kembali berjalan. Dan ekonomi rumah tangga bisa kembali bernapas.

Wajah Ekspor Indonesia: Bukan Mesin, Tapi Manusia

Kita sering lupa bahwa ekspor bukan hanya soal grafik dan neraca perdagangan. Di balik setiap produk yang dikirim ke pelabuhan dan diterima di gudang Amerika, ada kerja keras dari jutaan tenaga kerja Indonesia.

Pakaian dan tekstil yang dijahit di pabrik-pabrik Karawang, Cimahi, dan Pekalongan. Sepatu dan sandal yang dirakit di Tangerang dan Sidoarjo. Furnitur rotan dan kayu dari Jepara, Klaten, dan Cirebon. Sarung tangan dan ban dari industri karet di Sumatera dan Jawa.

Inilah sektor-sektor padat karya yang menyerap jutaan orang pekerja, dari operator produksi hingga pengemudi logistik, dari buruh tetap hingga pekerja harian. Ketika ekspor tumbuh, merekalah yang pertama kali merasakan dampaknya.

Keberhasilan diplomasi Prabowo bukan hanya mengubah angka tarif. Ini tentang menciptakan peluang nyata di lapangan kerja. Tentang bagaimana keputusan ekonomi global bisa diterjemahkan menjadi peluang produksi lokal. Tentang bagaimana pekerja Indonesia kembali punya alasan untuk bangga atas kerja kerasnya, karena produknya dihargai secara adil di pasar dunia.

Tugas kita sekarang adalah memastikan momentum ini tidak terbuang sia-sia. Pemerintah, dunia usaha, dan asosiasi industri perlu menjamin efisiensi logistik dan kepastian bahan baku, mempercepat insentif dan dukungan bagi industri padat karya, meningkatkan pelatihan dan perlindungan bagi tenaga kerja ekspor, dan endorong UMKM agar ikut terlibat dalam rantai nilai global.

Di tengah tekanan ekonomi global dan gelombang proteksionisme, Indonesia justru berhasil membuka ruang baru untuk produk dalam negerinya. Turunnya tarif bukan hanya keberhasilan teknis, tapi juga keberanian politik. Dan hasilnya bukan hanya angka ekspor, tapi hidup yang kembali berjalan, pabrik yang kembali menyala, dan pekerja yang kembali bekerja.

Karena di ujung dari semua strategi perdagangan, yang kita perjuangkan bukan sekadar produk, tapi para manusia yang membuatnya.

Trubus Rahardiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.




(rdp/rdp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork