Daftar Pemilih Hantu di Pilkada 2024

Pilkada Jakarta

Kenali Kandidat

Kolom

Daftar Pemilih Hantu di Pilkada 2024

Ahmad Halim - detikNews
Kamis, 29 Agu 2024 11:15 WIB
ahmad halim
Ahmad Halim (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Minggu, 11 Agustus 2024 Komisi Pemilihan Umum (KPU) DK Jakarta secara serentak (5 Kota dan 1 kabupaten) melakukan rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota periode 2024-2029. Dalam daftar tersebut ternyata masih ditemukan orang yang sudah meninggal tapi tidak memiliki akta kematian atau surat keterangan telah meninggal dunia.

Ironisnya, KPU DK Jakarta dalam pertemuan 9 Agustus bersama stakeholder organisasi keagamaan yang bertajuk "coffee morning" mengatakan KPU hanya mengikuti Pasal 13 huruf h Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2024 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pilkada bahwa mencoret data pemilih yang telah meninggal dibuktikan dengan menunjukkan surat keterangan kematian atau dokumen lainnya. Tentu, argumentasi tersebut juga digunakan oleh 37 KPU Provinsi dan 508 Kabupaten/kota.

Saya yakin apa yang disampaikan oleh KPU DK Jakarta adalah bentuk kehati-hatian dalam melindungi hak pilih seseorang, jangan sampai salah dalam mencoret pemilih. Namun demikian, jika hal tersebut dibiarkan, maka akan ada hantu-hantu yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan mendapatkan surat suara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kita bisa hitung secara matematika bahwa di DK Jakarta jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk Pilkada 2024 yakni 14.775. Jika satu TPS ada satu orang yang meninggal dunia tetapi tidak memiliki akta kematian, maka akan ada 14.775 orang yang sudah meninggal masuk dalam DPT.

Dalam buku Desain Penyelenggara Pemilu halaman 23 disebutkan bahwa prinsip yang harus menjadi pedoman utama para penyelenggara pemilu salah satunya adalah efisiensi. Mereka harus ekstra berhati-hati dalam menyusun program/tahapan atau dalam bekerja sehingga dapat bersifat berkelanjutan, efisien, berintegritas, dan modern.
Bisa disimpulkan bahwa dana yang diperoleh dari hasil pajak rakyat harus digunakan sebijak mungkin, jangan menghambur-hamburkan uang untuk hal yang seharusnya sudah diprediksi dan bisa diantisipasi.

ADVERTISEMENT

Sumber masalah selama ini

Bab I Ketentuan Umum angka 25 Pasal 1 PKPU 7/2024 mengatakan daftar pemilih adalah data pemilih yang disusun oleh KPU kabupaten/kota berdasarkan hasil penyandingan DPT pemilu terakhir dengan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dan/atau sumber data lain yang dimutakhirkan untuk selanjutnya dijadikan bahan dalam melakukan pemutakhiran.

Merujuk Undang-Undang 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa untuk menghapus data orang meninggal di DP4 perlu adanya laporan yang bersifat wajib dari pihak Rukun Tetangga (RT) secara berjenjang kepada Rukun Warga (RW), Kelurahan, dan Kecamatan. Laporan tersebut diberi waktu selama 30 hari sejak tanggal kematian.

Kemudian, berdasarkan laporan tersebut, pejabat pencatatan sipil mencatat pada register Akta Kematian dan menerbitkan Akta Kematian. Jika tidak ada laporan, maka pihak Dukcapil tidak akan mencoret orang yang sudah meninggal di DP4.

Sayangnya, dalam pemutakhiran data pemilih DP4 disandingkan dengan DPT terakhir yang notabene sudah ter-update. Alhasil, ibarat mencuci baju kotor dicampur dengan baju bersih, hasilnya semuanya ikut kotor. Data orang yang sudah meninggal yang sudah dicoret kembali muncul saat pencocokan dan penelitian data pemilih (coklit). Itulah masalah yang selalu muncul saat pendataan daftar pemilih, dan saya melihat selama ini KPU seperti "robot" yang bergerak berdasarkan perintah perundang-undangan.

Untuk memutus mata rantai yang selalu terjadi lima tahunan itu, dibutuhkan kreativitas dari pihak penyelenggara pemilu dalam membaca regulasi. Misal, mengadakan pertemuan lembaga kerja sama tripartit antara Dukcapil, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu membahas solusi agar data yang sudah dimutakhirkan benar-benar akurat saat disandingkan dengan data pemilu terakhir.

Kemudian ada cara lain yakni Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) lebih aktif mendorong warga agar membuat akta kematian atau bisa juga mendokumentasikan melalui foto batu nisan tanda orang tersebut sudah meninggal dunia seperti yang dilakukan Meilan (41) dan Hafidzahullah (22) Pantarlih di Kecamatan Dayeuhluhur, Kota Sukabumi yang melakukan coklit di kuburan selain itu ada juga yang melakukan kroscek ke Buku Yasin di mana ada data orang yang sudah meninggal.

Apa yang telah saya tulis di atas tidaklah melanggar peraturan perundang-undangan. Bahkan menurut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika itu tidak melanggar hukum dan etika, maka boleh-boleh saja dilakukan asalkan lebih banyak membawa manfaatnya daripada mudaratnya.

Oleh karena itu, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta dengan nomor akreditasi 1/PP.03.2/31/2024 sangat berharap kepada penyelenggara pemilu agar kreatif dalam melaksanakan pesta demokrasi tingkat lokal. Kita tidak mau anggaran sebesar Rp 975 miliar untuk kesuksesan Pilkada Jakarta digunakan salah satunya untuk mencetak surat suara bagi orang yang sudah meninggal.

Jika pada hari pemungutan dan penghitungan suara 27 November masih saja ditemukan orang yang sudah meninggal mendapat hak pilih atau mendapat surat suara, bukankah itu seperti keledai yang selalu jatuh pada lubang yang sama?

Ahmad Halim Koorbid Pemantauan dan Pendidikan Pemilih Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta

(mmu/mmu)



Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Berita Terpopuler

Hide Ads