Momentum Hari Ibu yang diperingati tiap tanggal 22 Desember mengantarkan kita untuk kembali menelaah atas upaya pemerataan pembangunan gender, terutama di Jawa Tengah. Komitmen Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo melalui kebijakan dan inovasinya apakah sudah tercapai atau masih tersendat di tengah jalan?
Dalam kendali Ganjar, Provinsi Jawa Tengah telah beberapa kali berhasil meraih penghargaan dalam pemberdayaan perempuan, di antaranya Anugerah Parahita Ekapraya (APE), penghargaan yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sebagai bentuk pengakuan atas komitmen dalam upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender melalui strategi Pengarusutamaan Gender.
Pemprov Jateng meraih penghargaan kategori utama APE sebanyak satu kali dan kategori mentor sebanyak kali berturut-turut. Kategori ini merupakan kategori tertinggi APE yang ditetapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Adapun pada penghargaan APE 2020 yang diberikan pada tahun 2021, hampir semua kabupaten/kota di Jawa Tengah mendapatkan penghargaan dengan kategori yang berbeda-beda, mulai dari kategori mentor, kategori utama, kategori madya maupun kategori pratama.
"Selain kodrat tak satu hal pun pantas kita perdebatkan. Gender bukan penghalang meraih kesuksesan. Kami yang berada di Pemprov Jateng meyakini dan menjalankan prinsip itu dengan seksama, agar bisa memberikan pengabdian seoptimalnya," ungkap Ganjar.
Ada sederet kebijakan dan inovasi program untuk mewujudkan pemerataan gender di Jawa Tengah. Pertama, pendampingan bagi pekerja perempuan sektor informal untuk mendapat fasilitas BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Kedua, mendorong perekonomian kreatif dengan menyediakan modal khusus untuk perempuan pedagang pasar dan pelaku industri kecil rumahan saat pandemic. Ketiga, pembuatan Sekolah Cerdas Perempuan Masa Kini atau Serat Kartini. Keempat, berkolaborasi dengan organisasi masyarakat mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan. Kelima, pembuatan Aplikasi Pemetaan Perempuan dan Anak Kelompok Rentan (Apem Ketan).
Keenam, Pemprov Jateng membuat aplikasi layanan pengaduan kekerasan bernama 'Diyanti' (Diadukan, Dilayani, Diobati) yang memuat Layanan Pengaduan Kekerasan Perempuan dan anak, informasi seputar perempuan dan anak dan Konseling Keluarga. Ketujuh, Pemprov Jateng menginisiasi kampanye "Jo Kawin Bocah" sebagai pencegahan pernikahan anak. Langkah kedelapan, memberikan pelatihan PUG Lembaga pendidikan sekolah menengah Atas/ SMK. Kesembilan, pelaksanaan program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng) untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Kesepuluh, Pemprov Jateng juga melaksanakan Sekolah Gender, dan beberapa program lainnya.
Di tingkat organisasi pemerintahan, Ganjar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perempuan untuk menduduki jabatan penting. Namun, tegasnya, komitmen itu masih perlu disempurnakan dengan langkah strategis untuk memeratakan pembangunan berperspektif gender, di antaranya memperkuat komitmen politik dan kepemimpinan kepala daerah di setiap kabupaten/ kota untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, mendorong kepala daerah kabupaten/ kota dan kepala OPD untuk mengembangkan inovasi kebijakan dan program sesuai bidang tugasnya, khususnya dalam membuka akses bagi perempuan marjinal terlibat aktif dalam berbagai bidang pembangunan.
Upaya lainnya, yakni memperkuat kapasitas lembaga driver pengarusutamaan gender di tingkat kabupaten/kota, khususnya Bappeda/Bapelitbangda, DP3AKB atau nama lain sejenis, inspektorat dan BPKAD sehingga mereka dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan daerah responsif gender. Selain itu, Pemprov Jateng meningkatkan kapasitas sumber daya manusia birokrat publik secara lebih terintegrasi dengan mendorong peran Badan Diklat Daerah dalam melaksanakan pelatihan pengarusutamaan gender dalam pembangunan di daerah.
(akd/ega)