Kolom

Menuju Digitalisasi dalam Industri Daur Ulang Sampah di Masa Pandemi

Tonni Agustiono Kurniawan - detikNews
Sabtu, 30 Okt 2021 13:26 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Menuju digitalisasi dalam industri daur ulang sampah di tengah pandemi COVID-19: Perubahan untuk ekonomi sirkular di Indonesia

Masalah sampah perkotaan di Indonesia mengancam keberlanjutan ekonomi, masyarakat, dan lingkungan. Produksi sampah non-organik di negara ini membutuhkan lahan kosong untuk penimbunan, yang bertentangan dengan lanskap kota yang berkelanjutan. Karena tempat pembuangan sampah lokal menjadi terlalu terbebani, limbah dibuang dengan cara yang tidak terkendali yang secara serius mempengaruhi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Di tengah pandemi COVID-19, Indonesia perlu bergerak menuju digitalisasi untuk daur ulang dan penggunaan kembali sampah non-organiknya. Kami menyelidiki hubungan teknologi, masyarakat, lingkungan, dan ekonomi pengelolaan sampah kota di bidang keberlanjutan dengan membuka kunci digitalisasi yang mengganggu dari industri daur ulang limbah.

Peran dan implikasi digitalisasi dalam Era Revolusi Industri 4.0 tentang pemulihan sumber daya dijabarkan dalam kerangka ekonomi sirkular. Sebagai penggerak inovasi sosial, transformasi digital industri sampah dapat mendorong masyarakat sekitar untuk menjual sampah mereka secara online melalui aplikasi yang terpasang di smartphone mereka. Aplikasi tersebut merupakan pasar virtual untuk bahan daur ulang sampah dan/atau produk daur ulang.

Sebagai implikasi dari pekerjaan ini, digitalisasi telah menciptakan lapangan kerja baru. Digitalisasi pengelolaan sampah dapat mendorong penghindaran sampah hingga 66%. Secara keseluruhan, transformasi digital di sektor sampah tidak hanya dapat mendorong pemulihan sumber daya sampah non-organik untuk ekonomi sirkular, tetapi juga memungkinkan komunitasnya melakukan transaksi online barang daur ulang melalui aplikasi berbasis seluler.

Permasalahan Pengelolaan Sampah

Masalah pengelolaan limbah padat secara universal mempengaruhi semua orang. Aspek pengelolaan sampah ini juga telah menjadi topik lintas sektor yang terkait langsung dengan 70% (12 dari 17) tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), peta jalan global kami hingga 2030 untuk kesehatan manusia, masalah lingkungan, dan pemulihan sumber daya.

Oleh karena itu, Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak dapat tercapai, kecuali jika hal ini segera ditangani sebagai salah satu prioritas utama. Pengelolaan sampah yang tidak tepat akan membawa dampak buruk tidak hanya bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga lingkungan, sekaligus berkontribusi terhadap perubahan iklim global dalam jangka panjang.

Sebagai salah satu negara emerging economy dunia, akhir-akhir ini Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Populasi Indonesia diperkirakan mencapai 271 juta pada tahun 2021 dan diperkirakan akan membengkak sebesar 5% menjadi 340 juta pada tahun 2025 (Kurniawan et al., 2021a). Dengan bonus demografi ini, pembuat kebijakan negara dan komunitas bisnis mempromosikan kerja sama internasional untuk menetapkannya di peta global sebagai kekuatan ekonomi terkemuka. Namun, ekspansi ekonomi tanpa menyertakan inklusi sosial dapat menyebabkan dampak besar seperti pertumbuhan yang miring dan dampak lingkungan.

Pada tahun 2020, sekitar 170 kota di seluruh Indonesia menyumbang 45,4 juta Mt sampah atau sekitar 0,23 Mt/kapita/tahun (Fatimah et al, 2020a). Berdasarkan tren masa lalu, diproyeksikan bahwa pada tahun 2025, mereka akan menghasilkan 5,2 x 107 Mt sampah, peningkatan 30% hanya dalam waktu satu dekade. Sekitar 70% sampah dibuang di tempat pembuangan terbuka, sedangkan sisanya diubah menjadi kompos. Hal ini mengakibatkan emisi gas rumah kaca dari tempat pembuangan sampah, di mana CH4 menyumbang 95% pada emisi rumah kaca (ERK) tahun lalu.

Pada tahun 2025, CO2 dan CH4 yang dipancarkan dari tempat pembuangan sampah saja akan mencapai 1.000 dan 16.000 Gg (gigagram), masing-masing. Kompleksitas dan tantangan pengelolaan sampah telah membawa Indonesia pada persimpangan krisis lingkungan. Ini adalah lintasan, di mana produksi sampah akan secara drastis melebihi pertumbuhan populasi pada tahun 2050. Jika tidak dikendalikan, situasinya dapat memburuk karena urbanisasi, industrialisasi, dan pertumbuhan penduduk.

Di era yang semakin kompleks, saling bergantung, dan saling terkait saat ini, teknologi digital memainkan peran penting dalam pengelolaan sampah untuk membangun ekonomi global yang berkelanjutan. Digitalisasi yang mencakup ekonomi sirkular dan pemulihan sumber daya dari sektor sampah telah muncul sebagai pendorong pertumbuhan penciptaan nilai. Digitalisasi yang menopang pembangunan berkelanjutan dipercepat oleh pandemi COVID-19.




(akn/ega)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork