Kolom

Sudahkah OJK Menjangkau Masyarakat Kita?

Tyas Ary - detikNews
Kamis, 21 Okt 2021 11:26 WIB
Ilustrasi: Fauzan Kamil/Infografis detikcom
Jakarta -

Beberapa waktu lalu, komplek kami dihebohkan dengan ibu-ibu yang tiba-tiba menerima pesan Whatsapp bernada ancaman. Ancaman ini berasal dari penagih utang pinjaman online yang melibatkan seorang tetangga kami. Pantas saja beberapa hari sebelumnya di grup RT ada seruan dari yang bersangkutan agar mengabaikan pesan apapun yang ada menyangkutpautkan namanya dengan alasan nomer HP si ibu tersebut kena hack.

Namun berhubung tidak semua ibu-ibu serempak secara real time membaca pesan di grup dan ancaman debt collector sudah telanjur terkirim, maka kehebohan pun terjadi. Apa daya kabar sudah telanjur tersiar; tetangga kami hanya bisa memohon maaf dan berharap waktu cepat berlalu, sehingga semua lupa akan kejadian itu.

Saya percaya sekali belitan utang ini memang sangat menyiksa siapapun yang tengah mengalaminya. Dari beberapa kasus yang saya lihat dan temui, sering sekali kaum istri atau para ibu ini harus kelimpungan ke sana kemari mencari solusi.

Saya masih ingat beberapa waktu berselang ada juga seorang ibu yang pernah curhat tentang masalah keuangan keluarganya. Entah miskomunikasi atau ada suatu masalah yang membuatnya harus menanggung beban ini sendiri, tak berani bercerita dengan sang suami.

"Bu, nggak minta tolong suaminya? Siapa tahu bisa dibantu?" Dan, jawabannya adalah tidak berani mengungkapkan ke suami. Kalau hanya berutang ke ibu-ibu tetangga yang keadaannya hampir sama, ya pasti tidak akan menutup semua kebutuhannya.

Di sisi lain sang suami akan bersikap santai saja, seolah tidak terjadi masalah apa-apa. Saya membayangkan di luar sana banyak para suami yang tetap Whatsapp-an atau main "mobellejen", dan melenggang santai setiap harinya. Tanpa mengetahui semenderita apa istrinya. Sungguh mendengar yang begini-begini rasanya prihatin sekali.

Meminjam ke tetangga dan saudara sudah bukan pilihan lagi. Kenyataannya masing-masing orang saat ini sedang bergelut bertahan hidup. Jangankan meminjamkan uang ke saudara atau tetangganya, bayar sekolah anaknya saja masih harus menunggu akhir bulan atau menunggu laku dagangannya. Kalau sudah tidak ada yang bisa disambati, yang terlintas tentu adalah pinjaman online yang sakti.

Padahal di tengah-tengah masyarakat masih bisa ditemui BPR dan Koperasi Simpan Pinjam. Namun tetap saja SMS-SMS atau telepon yang merayu setiap hari di HP dari pinjol menjadi pilihan yang lebih mudah dan menjanjikan.

Mengintip kasus yang barusan terjadi tentang seorang ibu di Wonogiri yang bunuh diri akibat pinjol ilegal, saya sedikit-banyak bisa memahami. Memang sangat disayangkan keruwetan yang dialami si ibu berujung begini. Dan, setidaknya kasus bunuh diri akibat pinjol sudah terjadi sebanyak empat kali. Miris, bukan?

Adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berada di urutan pertama untuk dimintai pendapatnya. Bagaimana mengatasi ini, apa saja yang sudah dilakukan untuk mencegah korban bunuh diri, mencegah menjamurnya pinjol ilegal, dan terutama memberikan pemahaman kepada masyarakat umum terlebih lagi kepada orang yang sangat awam.

Banyak masyarakat yang masih belum paham betul apa itu OJK, lembaga yang masih terbilang kinyis-kinyis dibandingkan lembaga keuangan yang lainnya. Masyarakat awam belum tahu harus bertanya ke mana saat butuh duit cepat. Banyak yang tidak bisa membedakan mana yang legal mana yang ilegal, mana yang bunganya bersahabat, mana yang bunganya menjerat.

Bukankah klise jika setelah kasus-kasus ramai terjadi barulah muncul saran-saran bijaksana yang nyaris basi. Mereka sudah telanjur mati. Bukankah ini berarti bahwa upaya yang selama ini ditempuh, sosialisasi yang disebar sangat jauh dari cukup.

Saya membuka situs OJK. Memang ada beberapa informasi yang menjelaskan untuk waspada terhadap pinjaman online dan daftar perusahaan fintech lending yang berizin. Ada juga update mengenai pencabutan izin usaha perusahaan pembiayaan. Cukup lengkap memang. Tetapi marilah kita tengok sejenak kondisi para korban ini; jangankan mengecek di situs OJK mengenai mana-mana saja jasa pinjol yang legal, membeli kuota internet saja belum tentu masuk daftar belanja bulanan mereka.

Memakai smartphone pun masih grothal-grathul harus dibantu anak atau keponakannya. Memang teknologi sudah melejit jauh meninggalkan kelompok-kelompok masyarakat golongan ini. Kaum menengah ke bawah ini sudah sangat bersyukur bisa makan tiga kali sehari. Sudah cukup lega kalau bisa memenuhi kebutuhan pokoknya; seputar sandang, pangan, papan yang sangat pas-pasan. Namun seringkali luput dari pandangan para pemegang kebijakan.

Seandainya saja SMS dari OJK segencar para pinjol ilegal itu dalam membanjiri inbox masyarakat! Kalau para penyedia pinjol itu rela membuang pulsa untuk menghubungi targetnya berkali-kali setiap hari, kenapa OJK tidak berusaha menyainginya? Sehari tiga kali --pagi, siang, malam-- mengirimkan pesan atau telepon dengan nada menenangkan, bekerja sama dengan Kementerian Sosial misalnya.

"Selamat pagi Bapak Budi, ingat jangan terperosok pinjol ilegal ya Pak, sebentar lagi bansos dua kali lipat bisa Anda terima".

"Selamat siangIibu Siti, jangan lupa tetap semangat ya Bu, hubungi kami di 157 (ngomong-ngomong saya juga baru tahu nomer ini) untuk mengetahui pinjaman online yang legal. SupayaAanda tenang keluarga pun senang."

Atau, kabar-kabar semisalnya yang bisa dibaca setiap saat oleh masyarakat pada umumnya.

Di televisi, saya belum pernah menemukan juga iklan layanan masyarakat OJK tentang pinjol ini. Saya coba mencari di kanal Youtube dengan kata kunci "Iklan Layanan Masyarakat pinjol", dan yang bisa saya temukan adalah demo Iklan Layanan Masyarakat dua tahun yang lalu; ini benar-benar pertama kali saya melihatnya (atau mungkin memang karena masih demo ya). Itu pun bukan dari kanal resmi OJK.

Kalaupun ada iklan layanan masyarakat yang pernah muncul di televisi yang bisa saya lihat dari kanal Youtube adalah tentang Lembaga Keuangan Mikro dan ada juga iklan tentang investasi bodong, namun saya kurang yakin apakah yang terakhir ini pernah muncul di layar TV. Tolong ingatkan dan koreksi saya, siapa tahu saya yang kurang gaul tentang hal ini.

Yang jelas, tidak bisa ditunda lagi, sebagian besar rakyat di republik ini sangat memerlukannya. Bukankah alih-alih dari situs OJK, rakyat kecil ini justru bisa dijangkau dengan informasi iklan layanan masyarakat di televisi? Mengapa tidak menampilkan iklan pada jam-jam acara gosip atau sinetron, misalnya?

Masyarakat yang masih setia dengan sinetron azab dan cinta-cintaan ini perlu diberi pencerahan bukan hanya tentang kelanjutan kisah cinta yang ditontonnya, atau kelanjutan pernikahan artis dangdut kenamaan kemarin itu. Melainkan bagaimana mereka membelanjakan uangnya, mengambil pinjaman yang tepat dan aman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu saja dengan upaya-upaya yang menjangkau mereka. Tolong ya, Pak...segera, bukan besok-besok apalagi lusa-lusa.




(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork