Berbagai jenis vaksin telah digunakan oleh pemerintah untuk menahan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia. Berawal dari Sinovac hingga yang terbaru yaitu AstraZeneca telah diupayakan oleh pemerintah sebagai senjata ampuh. Upaya ini tentu dilakukan dalam upaya menciptakan kekebalan komunal atau herd immunity. Hal ini menjadi salah satu langkah konkret pemerintah dalam penanganan Covid-19 dibanding beberapa langkah seremonial sebelumnya.
Program vaksinasi sebelumnya yang telah diinisiasi oleh pemerintah sejak 13 Januari tahun lalu terkesan hanya menyuguhkan rasa aman semu. Pasalnya, proses vaksinasi yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi di Istana kemudian diikuti oleh gubernur, bupati, dan wali kota terkesan tidak ada tindak lanjut. Sehingga menjadi pertanyaan, apakah langkah tersebut terbukti efektif dan diikuti oleh masyarakat di lapisan bawah? Jika faktanya tidak, lalu apa yang salah dari langkah tersebut?
Distrust
Apabila diamati secara mendalam, pada dasarnya acara seremonial yang hingga menghadirkan public figure seperti Raffi Ahmad hingga Ariel 'Noah' dalam proses vaksinasi merupakan upaya pemerintah dalam membujuk masyarakat. Namun ternyata, pascaprogram vaksinasi tersebut terdengar bahwa tidak sedikit masyarakat yang melakukan penolakan terhadap proses vaksinasi. Salah satu alasannya yaitu masyarakat meragukan kemanjuran Sinovak sebagai vaksin atau banyak alasan yang dilontarkan masyarakat.
Fakta di lapangan ini menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh pejabat negara dan public figure seperti artis belum tentu diikuti oleh masyarakat di lapisan bawah. Bahkan tidak sedikit informasi yang disinformatif atau hoax tersebar secara masif di lingkup masyarakat. Seperti informasi yang mengatakan bahwa vaksin akan membuat orang mendadak jatuh sakit, vaksin akan membuat orang menjadi menjadi titan (manusia raksasa), bahkan vaksin dapat memberikan efek berupa memperbesar alat vital.
Munculnya fakta di atas sekaligus memperlihatkan bahwa terdapat jarak psikologis antara pemerintah dengan masyarakat. Secara tidak langsung hal tersebut juga memperlihatkan bahwa terdapat distrust antara masyarakat kepada pemerintah. Padahal kepercayaan publik merupakan salah satu bekal penting dalam menjalankan pemerintahan sebuah negara dan proses pembuatan kebijakan.
Hal ini diperparah dengan munculnya beberapa kebijakan yang cenderung represif dan kontra produktif. Pemerintah memberikan ancaman kepada mereka yang menolak vaksin dengan hukuman pidana. Padahal tindakan tersebut akan memberikan akibat berupa semakin tingginya antipati dan penolakan dari masyarakat.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan epidemolog Indonesia dari Griffith University Australia, Dicky Budiman yang menjelaskan bahwa pemaksaan tersebut bukanlah kebijakan yang efektif. Bahkan Ia juga memberikan bukti bahwa hingga saat ini tidak ada negara di dunia yang mewajibkan penduduknya untuk vaksin. Namun pendekatan edukasi dinilai lebih efektif dan dapat dilakukan.
Merebaknya ketidakpercayaan masyarakat terhadap struktur pemerintah tentu berasal dari beberapa faktor. Di antaranya yaitu pelayanan publik yang buruk akibat patologi birokrasi, penegakan hukum yang buruk, serta produk kebijakan yang buruk pada masa sebelumnya (Caiden, 1991; Lindvall, 2011; Ghion, 2010). Padahal, berbekal kepercayaan publik terhadap pemerintah, kebijakan akan dapat berjalan secara efisien dan dapat menurunkan biaya transaksi dalam kegiatan sosial, ekonomi dan politik (Fukuyama, 1995).
Permasalahan seperti ini tentu bukan sebuah fenomena yang tidak dapat dicari jalan keluarnya. Marková dan Gillespie dalam karyanya yang berjudul Trust and Conflict: Representation, Culture and Dialogue menjelaskan bahwa cara memperbaiki kondisi ketika terjadi ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah yaitu melalui tindakan sosial atau komunikasi.
Kerja Sama
Salah satu tindakan sosial yang dapat dilakukan pemerintah yaitu menjalin kerja sama antara pemerintah dengan berbagai stakeholder. Sebab, instrumen kunci untuk perluasan vaksinasi adalah partisipasi publik. Pada beberapa waktu lalu kepercayaan publik terhadap struktur pemerintah mencapai titik renggang yang sangat luar biasa. Hal ini membuat program vaksinasi tidak dapat dilakukan jika padat birokrat, terlebih dalam sebuah negara yang menggunakan sistem demokrasi.
Sebuah kebijakan akan berjalan efektif dan efisien jika pemerintah mengemudi dengan cara mengaktifkan segala peran, fungsi, dan agensi secara partisipatif dan koordinatif. Salah satu langkah tepat yang dilakukan oleh pemerintah yaitu menjalin kerja sama dengan beberapa elemen. Dengan terbentuknya hubungan kerja sama ini tentu akan memberikan dampak positif bagi program pemerintah dalam upaya pembentukan herd immunity.
Contoh mudahnya dapat dilihat melalui program vaksinasi di lingkungan pedagang pasar. Pada semester pertama 2021 tidak sedikit pedagang pasar secara terbuka menyatakan penolakan terhadap program vaksinasi pemerintah. Seperti di Pasar Bunder Sragen, Pasar Raya Padang, Pasar Palangkaraya, Pasar Ciputat, dan masih banyak yang lainnya. Namun hal ini berbeda dengan kondisi pada awal semester kedua 2021.
Sejak Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menjalin kerja sama dengan pemerintah, tidak sedikit pedagang pasar yang awalnya antipati terhadap program vaksinasi mengalami pergeseran perilaku. Mereka dengan suka rela bahkan mengajak teman untuk mengikuti program vaksinasi yang diadakan oleh IKAPPI.
Sebagaimana data yang terhimpun, sejak 27 Juli hingga 10 Agustus, setidaknya sudah ada 3.182 pedagang pasar yang telah mengikuti program vaksinasi yang diselenggarakan oleh IKAPPI. Adapun target IKAPPI dalam program vaksinasi ini yaitu 1,5 juta dosis vaksin dapat terdistribusikan kepada pedagang pasar di berbagai daerah. Secara tidak langsung hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa dengan bekerja sama dengan kelompok tertentu maka program pembentukan herd immunity yang dicanangkan pemerintah dapat tercapai.
Stakeholder seperti IKAPPI maupun kelompok lain dapat menjadi jembatan dalam menjalin komunikasi dengan masyarakat bawah. Mereka memiliki hubungan yang lebih dekat secara psikologis dengan masyarakat bawah. Mereka dapat melakukan transfer knowledge dan memberikan pendidikan dengan mudah kepada masyarakat seperti berbagai kemungkinan, manfaat, dan dampak apabila mengikuti atau antipasti terhadap vaksinasi. Selain itu, dengan bergerak bersama bounding dan trust antara masyarakat dengan pemerintah dapat dirajut kembali.
Ahmad Choirul Furqon Sekretaris Bidang Pendidikan DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI)
(mmu/mmu)