"Man" Parekraf Pandemi

Kolom

"Man" Parekraf Pandemi

Sari Lenggogeni - detikNews
Minggu, 07 Feb 2021 17:38 WIB
Sandiaga Uno berkantor di Bali,Kamis (28/1)
Foto: Sandiaga Uno (dok Kemenparekraf)

Pekerjaan rumah terberat lainnya yang dihadapi Menparekraf adalah soal hospitality dan kolaborasi. Dengan jumlah 34 provinsi, 17.491 pulau, 1340 lebih suku bangsa, wajar Indonesia punya tingkat penerimaan yang berbeda untuk sektor pariwisata. Menteri pariwisata tahun 2014-2019 Arief Yahya dinilai cukup berhasil membuka mata masyarakat Indonesia menjadikan pariwisata sebagai sektor idola pada periodenya. Banyak lompatan beliau, peringkat daya saing pariwisata Indonesia (Travel and Tourism Competitiveness Index) oleh World Economic Forum melompat dari posisi 70 (tahun 2013) ke peringkat 40 (tahun 2019) dari 140 negara. Juga banyak bertumbuh dampak perkembangan lapangan pekerjaan terutama berbasis masyarakat. Banyak anak anak muda tergabung membuat kelompok sadar wisata (pokdarwis), apakah dalam format atraksi, desa wisata atau objek wisata buatan. Pun investasi skala besar untuk swasta.

Tapi di balik itu belum semua yang memiliki jiwa ramah menyapa. Kejadian semisal, premanisme pada destinasi wisata seperti tukang todong parkir, atau kalkulator rusak di rumah makan (baca: rumah makan tanpa transparansi harga), atau bentuk premanisme wisata lainnya. Ada juga yang mungkin mengamuk akibat pembeli batal melakukan transaksi setelah proses tawar menawar. Ada host yang "jutek" saat wisatawan bertanya informasi atau malah taksi tanpa argo. Ah tidak usah jauh jauh, antara kepala dinas juga banyak saling tidak mau kolaborasi sektoral walau sudah program sudah dicanangkan di Bappeda, "itu masalah sampah bukan kewenangan saya, itu di lingkungan hidup ; "ini sektor Pekerjaan Umum (PU) koq buat taman wisata ga ajak dinas pariwisata"; "ini sampah di sungai ga selesai karena kewenangan balai sungai bentrok" dan lainnya. Ohya, juga termasuk WC tanpa kelola. Kompleks! Karena pariwisata secara umum dimiliki dan berada langsung di bawah kewenangan kabupaten kota, mengikuti UU No 23 Tahun 2014 tentang peraturan daerah. Bagaimana pusat melakukan intervensi provinsi dan kabupaten kota?

Kompleks memang masalah koordinasi, kolaborasi membereskan hal ini. Tapi sekali lagi kuncinya adalah: keterlibatan dan hati. Sebelum masyarakat merasakan langsung dampak pariwisata pada mereka, hal hal di atas banyak sekali terjadi. "Gimana mau senyum manis kalau perut kosong" begitulah kalau kita mendengar masalahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gila. Ini bukan pekerjaan membalikkan telapak tangan. Saya sekali lagi mengamati apa yang dilakukan Sandi. Oh mas Menteri ini ternyata mencoba melakukan" interaksi tanpa batas" dan "kolaborasi langsung nge-gas". Kolaborasi baik level vertikal dan horizontal, apakah antar Menteri atau pelaku wisata dilakukan dengan santai. Ini yang saya sebut diawal (tulisan 1) overcapacity beliau dengan jabatannya. Sandi bukan saja mantan ketum HIPMI, juga beliau mudah sekali berkoordinasi antar K/L dengan cepat. Sandi tidak menggunakan gaya elitis kalua turun ke lapangan, ngobrol dengan masyarakat, dan berinteraksi seperti sahabat. Nilai apresiasi, membangun atmosfir positif, coopetitif (kolaboratif dan kompetitif). Ini tidak mudah. Karena masalah crack garis vertikal horizontal di sektor pariwisata itu issue klasik. Membuang ego sektoral, membangun hospitality yang ideal.

Ini cerminan sikap yang harga nya mahal. Secara tidak langsung Sandi mencontohkan sikap insan pariwisata itu pada dirinya. Untuk masyarakat tentu menjadi contoh yang sangat baik, tapi saya tidak tahu adakah para kepala dinas terselip diantara followers nya? Jika tidak, Sandi mungkin harus melakukan dua pertemuan virtual: kepala daerah untuk CEO Commitment untuk sektor pariwisata dan kepala dinas untuk memberikan edukasi menjadi kadis insan pariwisata. Karena kunci kerusuhan kerusuhan di atas adalah kolaborasi, interaksi, keterlibatan dari "hati".

ADVERTISEMENT

Terakhir, untuk mengubah mindset wisatawan bertanggung jawab CHSE (contoh; perilaku buang sampah sembarangan, yang disalahkan pemerintah - bukan wisatawannya; berfoto diatas terumbu karang; atau ogah pake masker). Untuk hal ini beliau layak melakukan pertemuan virtual antara social influencer masing masing provinsi atau kota andalan.

Saya dan teman teman pegiat pariwisata pernah lakukan gerakan bersama pentahelix, dengan zero budget untuk program atraksi lebaran nyaman target wisnus peak season lebaran tahun 2018 dan 2019. Dalam proses ini, ada satu hal yang saya paling saya suka, jika selama ini netizen slalu mengutuk, membully pemerintah tidak becus menangani persoalan sampah di destinasi, polanya saya balik. Saya mengajak anak anak muda admin social influencer paling berpengaruh. Orientasi kita sederhana, menyorot mereka (wisatawan lokal/nusantara) yang sering buang sampah seenaknya, merusak fasilitas umum di destinasi, melakukan perjalanan wisata tanpa rasa tanggung jawab. Ternyata, it works! Netizen yang dahulu senang melakukan bullying dibalik akun fake-nya, mulai mengamuk jika ada wisatawan yang buang sampah seenaknya. Atau, melalui emotional appeals postingan foto candid bapak bapak tua yang selesai jogging memungut bekas bekas botol minuman plastik. Social punishment dan reward untuk hal positif. Misi turned the table accomplished! Sekali lagi kuncinya: libatkan dengan hati.

Kembali ke Mas Menteri, tentu harapan besar Indonesia tertumpang di beliau. Saya pribadi punya dua point untuk orientasi pariwisata berkelanjutan ini: akan muncul the next Sandi Uno pada level pemangku kebijakan di 34 provinsi dan terjadi transformasi responsible tourism (pariwisata yang bertanggung jawab) pada wisatawan.

Tentunya, ini bukan pekerjaan rumah yang selesai dua tahun ke depan, tapi siapapun Menteri berikutnya, kepala daerah, kepala dinas mampu melakukan strategi dan karakter yang dicontohkan the Man-Parekraf masa pandemic ini. Sebab pariwisata itu berkelanjutan, leadership sangat menentukan. Tapi tentu ini catatan saya untuk satu bulan Mas Menteri bekerja, geber nya sudah kelihatan, semoga hasilnya segera dirasakan.

Terakhir, satu hal yang menggelitik, saat saya menonton IG live Menparekraf dengan dr Reisa Broto Asmoro jubir Tim Gugus Tugas COVID-19. Mas Menteri "ngejongkok" di belakang lemari demi mencari sinyal dan meminta dr Reisa untuk bantu memperkuat sosialisasi 3M dan 3T. Demi kolaborasi hebat sektor pariwisata dan sektor Kesehatan.
Salam perjuangan pariwisata, Mas Menteri.

Sari Lenggogeni, Ph.D

Direktur Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas, pegiat pariwisata, tim ahli pokja pariwisata KEIN tahun 2016-2019


(gbr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads