Peran Strategis Diplomasi Parlemen dalam Geopolitik yang Makin Kompleks
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Peran Strategis Diplomasi Parlemen dalam Geopolitik yang Makin Kompleks

Kamis, 28 Apr 2016 15:53 WIB
Tantowi Yahya
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Reno Hastukrisnapati Widarto
Jakarta - Abad ke-17 Baron Secondat de Montesquieu memperkenalkan konsep Trias Politica, yang memisahkan kekuasaan negara ke dalam tiga kekuatan, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Konsep klasik tersebut sampai sekarang masih berjalan efektif di sebagian besar negara yang menerapkan demokrasi.

Meski demikian, bukan berarti Trias Politica bersifat absolut -sebaliknya ia merupakan konsep yang hidup dan terbuka dengan perkembangan zaman. Terkait legislatif, dalam tafsir klasik yang banyak dikenal, tugas utama parlemen atau DPR adalah mengawasi kerja pemerintah.

Di kemudian hari peran parlemen diperluas dengan penyusunan UU dan budgeting. Pertanyaannya, apakah fungsi dan peran tersebut masih relevan dalam pengertian cukup seperti itu jika dihadapkan dengan tantangan nasional, regional dan internasional di Abad XXI saat ini?
Β 
Sulit untuk mengatakan masih relevan, karena seiring perkembangan geopolitik kawasan, Parlemen sebagai lembaga tinggi negara yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat, juga memiliki tanggung jawab terhadap kinerja pemerintahnya dalam pergaulan internasional. Berangkat dari realitas tersebut, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa tahun lalu menawarkan konsep baru diplomasi yang lebih tajam dan melibatkan banyak stakeholders, yaitu Multi-Tracks Diplomacy. Definisi umum diplomasi jenis baru ini, bahwa tugas diplomasi tidak hanya dominasi pemerintah (Kementerian Luar Negeri), tetapi juga menjadi tanggung jawab stakeholders yang lain, termasuk parlemen.
Β 
Memperkuat konsep Presiden SBY, Menlu pada waktu itu, Hassan Wirajuda mempopulerkan varian lain dari Multi-Tracks Diplomacy yang dikenal sebagai Total Diplomacy -yaitu diplomasi yang bisa dijalankan oleh siapa saja yang menjadi bagian dari negara Indonesia dalam pergaulan internasional.
Merujuk pandangan Hassan, maka semua elemen bangsa, baik seniman, intelektual, LSM, pemilik modal, olahragawan, mahasiswa bahkan TKI dan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri juga memiliki peran sebagai "duta" bangsa. Apa yang mereka lakukan secara langsung maupun tidak langsung memberi dampak bagi perbaikan citra Indonesia di mata dunia. Β 
Β 
Payung Hukum
Β 
Gejala pelibatan parlemen dalam diplomasi secara aktif bukan barang baru di dunia. Bahkan sejumlah ilmuwan Hubungan Internasional dan pelaku diplomasi telah mengulasnya, dan memberikan definisi spesifik terhadap diplomasi parlemen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti pendapat Frans W Weisglass yang dimuat The Hogue of Diplomacy, 2007. Ia menyatakan, "The full range of international activities undertaken by parliamentarians in order to increase mutual understanding between countries, to assist each other in improving the control of governments and the representation of a people and to increase the democratic legitimacy of inter-governmental institutions"

(aktivitas internasional menyeluruh yang dilakukan oleh anggota parlemen dalam rangka meningkatkan saling pengertian antar negara-negara, untuk saling membantu dalam memperbaiki pengawasan terhadap pemerintah dan keterwakilan rakyat dalam meningkatkan legitimasi demokrasi antar institusi pemerintahan).

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Parlemen Austria, Barbara Prammer dalam kunjunganya ke Beograd tahun 2009. Ia mengatakan bahwa hubungan antara sesama anggota parlemen adalah alternatif terbaik berikutnya dalam dalam hubungan antar warga dunia.

Dua pandangan di atas menguatkan pentingnya diplomasi parlemen di era modern. Setidaknya ada tiga manfaat yang diperoleh dari diplomasi parlemen dimaksud:

Pertama, untuk memperkuat wawasan dan pengetahuan yang dibutuhkan parlemen dalam mengawasi pelaksanaan politik luar negeri yang dilakukan pemerintah;
Kedua, sebagai sarana aspirasi beragam pandangan ketika perwakilan pemerintah tidak bisa (tidak berkehendak) untuk menyampaikan;
Ketiga, komunikasi pribadi antar anggota parlemen dari berbagai negara guna memperkuat kesepahaman bersama dan menjadi saluran alternatif yang bermanfaat untuk hubungan bilateral antar negara.

Dalam pelaksanannya, Total Diplomacy dapat diibaratkan seperti formasi angsa terbang (flying-geese formation) dengan pemerintah sebagai pemimpin diplomasi, diikuti oleh DPR dan elemen masyarakat lainnya.
Β 
Atas dasar manfaat yang demikian penting tersebut, Abdillah Toha, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR 2004-2009 mengistilahkan bahwa diplomasi pemerintah merupakan diplomasi priyayi sedangkan diplomasi parlemen adalah diplomasi rakyat. Yang dimaksud adalah bahwa diplomasi parlemen bisa lebih "direct" dan "informal" karena karakter parlemen di negara demokrasi lebih lentur dan tidak terlalu terikat protokoler kenegaraan.

Misalnya pada isu yang sensitif antara Indonesia dengan negara sahabat, dimana tidak mungkin disampaikan (tuntutan) secara vulgar oleh Presiden, maka DPR bisa "bergerilya" melobi counterpart-nya di negara tersebut dengan gaya parlemen yang lebih lentur.

Di banyak negara maju, sayap diplomasi parlemen terbukti bisa mengimbangi pemerintah. Salah satu capaian diplomasi parlemen yang dijalankan DPR RI, adalah membawa parlemen Palestina menjadi anggota penuh Inter-Parliamentary Union (IPU). Sebelumnya, parlemen negara tersebut hanya menjadi peninjau selama puluhan tahun.

Di sela-sela Sidang ASEP (Asia Europe Parliamentary Partnership) ke-9 di Ulaanbaatar, Mongolia minggu lalu, delegasi Indonesia yg dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon dan penulis sendiri mengadakan beberapa bilateral meeting dengan beberapa negara sahabat. Dalam pertemuan dengan delegasi Australia, delegasi Indonesian secara terus terang menyatakan ketidaknyamanan Indonesia atas dukungan Pemerintah Australia terhadap gerakan separatis Papua. Meski jawaban yang didapatkan sangat diplomatis, namun hal sensitif yg menjadi kegelisahan rakyat Indonesia telah disampaikan dengan lugas dalam nuasansa kekerabatan khas anggota Parlemen.

Sementara pertemuan dengan delegasi China, kita secara tegas menyesalkan masih adanya pembatasan non-tarif atas produk-produk unggulan ekspor Indonesia yang membuat neraca perdagangan kedua negara tidak pernah seimbang. Delegasi DPR RI juga menyesalkan serbuan tenaga kerja tidak terampil dari China ke Indonesia.
Β 
Legal standing dari pelaksanaan diplomasi parlemen sebagaimana terdapat dalam Pasal 5 ayat 2 UU No 37Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Diterangkan bahwasannya penyelenggara Hubungan Luar Negeri terdiri dari pemerintah dan non pemerintah. Non pemerintah yang dimaksud termasuk pula DPR sebagaimana eksplisit dalam penjelasan.

Selain itu, peran diplomasi DPR diatur juga dalam Pasal 69 ayat 2 UU No 17 Tahun 2014, di mana fungsi DPR dijalankan dalam kerangka representasi rakyat dan mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri. Begitu pun Pasal 116 UU MD3 memberi mandat BKSAP dalam hal terkait aktivitas internasional DPR baik bilateral, maupun multilateral. Dengan demikian tidak ada perdebatan lagi mengenai keterlibatan DPR dalam diplomasi luar negeri.
Β 
Tantangan ke Depan
Β 
Sejak menjalankan fungsi diplomasi, sampai saat ini DPR telah barhasil membentuk Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB). Sedikitnya 49 GKSB telah eksis antara DPR dengan Parlemen negara sahabat. Kemungkinan GKSB bertambah seiring permintaan pembentukan GKSB dari parlemen mitra seperti Thailand, Turki dan lain sebagainya.

Sementara dalam koridor diplomasi multilateral, DPR terlibat dalam organisasi atau asosiasi parlemen baik regional maupun internasional. Di antaranya Inter-Parliamentary Union (IPU), PUIC, Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF), ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), Asian Parliamentary Assembly (APA), Asia Europe Parliamentary Partnership (ASEPP) dan masih banyak lagi.
Β 
Ke depan, tantangan diplomasi parlemen tidak kalah ringan. Satu yang terpenting adalah mengawal keutuhan NKRI, khususnya dengan semakin massifnya kampanye Papua Merdeka di luar negeri. Sejauh ini pemerintah pimpinan Presiden Jokowi memilih mengelola isu Papua dengan penekanan ke dalam negeri, seperti pembangunan infrastruktur dan mengekspose kedekatan Jakarta-Papua. Itu terlihat dari intensitas Presiden dalam mengunjungi Papua.

Policy tersebut tidaklah salah, namun belum cukup untuk mengontrol isu Papua Merdeka, yang perkembangannya lebih banyak berjalan di luar negeri. Apalagi sejak tahun 2008 telah berdiri International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London yang berisi legislator-legislator dari seluruh dunia yang mendukung isu Papua Merdeka.
Β 
IPWP dipimpin oleh Anggota Parlemen dari Partai Buruh Britania Raya Andrew Smith dan Lord Harries. Smith juga merupakan Ketua All Party Parliamentary Group for West Papua. Tujuan utama IPWP adalah menggalang dukungan dan kesadaran parlemen internasional untuk gerakan kemerdekaan Papua Barat.

Pada tahun 2009, anggota IPWP terdiri dari 50 anggota parlemen dari sejumlah negara seperti Papua Nugini, Australia, Swedia, Selandia Baru, Vanuatu, Republik Ceko, dan Britania Raya. Meskipun IPWP bukan representasi pemerintah Inggris dan negara-negara lain, namun kehadiran anggota parlemen di sana menunjukkan isu Papua sudah mengalami internasionalisasi.

Fakta tersebut yang harus diatasi oleh pemerintah untuk melakukan komunikasi dan lobi politik intensif. Dalam hal ini pelibatan DPR sebagai instrumen diplomasi sangat strategis, mengingat IPWP juga berisi para legislator, sehingga memiliki spektrum dan style diplomasi yang sama dengan DPR. Semuanya tentu dilakukan untuk mengawal kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Penulis ingin mengakhiri tulisan ini dengan mengutip ucapan Barbara Prammer lagi dalam Konferensi ketua-ketua parlemen dunia di PBB pada tahun 2005.

"Kami menggarisbawahi bahwa parlemen harus aktif terlibat dalam isu-isu internasional, tidak saja melalui kerjasama antar parlemen dan diplomasi parlemen, tapi juga aktif berkontribusi dan melakukan pengawasan terhadap berbagai negosiasi internasional, mengawasi pelaksanaan berbagai kesepakatan yang sudah diadopsi oleh pemerintah dan memastikan pelaksanaannya sesuai dengan kepentingan nasional, hukum internasional dan rule of law".

Itulah setidaknya peran parlemen di era modern yang kita harapkan bersama.

*) Tantowi Yahya, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI (nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads