Di tegalan yang teduh ini, suara canda tawa tak henti terdengar. Sambil terus memproduksi batik ciprat, mereka tampak nyaman menikmati hidup meski dalam kondisi fisik yang serba terbatas.
Di sinilah tempat Yayasan Bakti Kinasih Mandiri atau Rumah Kinasih mengumpulkan kaum disabilitas di Blitar. Kegiatan kewirausahaan inklusif ini mampu mengangkat derajat hidup mereka.
Tampak Katiyah (43) duduk mengusap peluh. Penyandang tuna grahita ini masih bisa diajak komunikasi dibandingkan beberapa temannya yang lain. Setiap hari, perempuan dua anak ini berjalan sejauh 2 km untuk menuju Yayasan Kinasih di Desa Siraman Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar.
"Isone kerjo neng kene. Seneng kumpul karo konco-konco, ben wulan iso oleh Rp 700 ribu gawe blonjo (Bisanya kerja di sini. Seneng juga bisa berkumpul teman-teman lainnya. Kalau sebulan dapatnya Rp 700 ribuan, bisa buat belanja)," ucapnya agak terbata kepada detikcom, Senin (17/2/2020).
Dari sebanyak 54 kaun difabel, sebagian besar memang tuna grahita. Dan kegiatan membuat batik ciprat inilah yang bisa mereka kerjakan tiap harinya. Uniknya, motif yang tercipta tidak ada yang sama antara satu dengan lainnya. Karena dibuat dengan mencipratkan pewarna di atas lembaran kain katun primisina ukuran 115 x 2 meter dan 115 x 2,5 meter.
"Kalau yang tuna grahita memang bisanya mengerjakan produksi batik ciprat. Namun yang tuna rungu dan wicara, kami latih menjahit baju dan tas," kata Ketua Yayasan Bakti Kinasih Mandiri, Edi Cahyono.
Dalam sehari, mereka bisa memproduksi sekitar 10 sampai 15 lembar batik ciprat jika kondisi cuaca cerah. Jika dijual dalam bentuk kain, seharga Rp 170 sampai 200 ribu per lembar. Tapi kalau sudah dibikin baju, tambah ongkos jahit Rp 90 ribu. Tak hanya baju, batik ciprat ini juga dibikin tas beraneka bentuk. Harganya mulai Rp 50 sampai 250 ribu, tergantung model dan aksesoris tambahannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tonton juga Blitar Ambyar Diterjang Angin Kencang :