Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara, ASEAN, tidak akan mengirimkan tim pemantau untuk pemilu Myanmar yang dijadwalkan berlangsung pada Desember mendatang. Hal ini dinilai akan menjadi kemunduran bagi upaya junta militer Myanmar untuk mendapatkan legitimasi internasional.
Pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, menyebut pemilu pada 28 Desember mendatang sebagai langkah menuju rekonsiliasi dalam perang sipil yang dipicu oleh kudeta militer tahun 2021 lalu.
Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim, yang menjabat Ketua ASEAN tahun ini, kembali menyerukan "gencatan senjata segera" di Myanmar.
Para pemimpin dari 11 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang menggelar pertemuan puncak di Malaysia pada akhir pekan, menyerukan "keprihatinan mendalam" atas konflik tersebut dan memperingatkan "kurangnya kemajuan substantif" menuju perdamaian.
"Penghentian kekerasan dan dialog politik yang inklusif harus mendahului pemilu," sebut negara-negara ASEAN pernyataan, yang dirilis pada Minggu (26/10) malam waktu setempat, menekankan soal undangan dari junta Myanmar kepada negara-negara ASEAN untuk mengirimkan pemantau pemilu.
Sejumlah sumber diplomatik ASEAN, seperti dilansir AFP, Senin (27/10/2025), menyebut pernyataan itu menyiratkan bahwa ASEAN tidak akan mengirimkan pemantau ke Myanmar saat pemilu digelar pada Desember mendatang.
"Artinya, tidak ada pemantau ASEAN, tetapi negara-negara ASEAN bebas mengirimkan pemantau secara bilateral," kata seorang diplomat setempat, yang enggan disebut namanya, kepada AFP.
(nvc/ita)