Ratusan demonstran antipemerintah kembali turun ke jalanan ibu kota Lima di Peru dalam aksi protes lanjutan pada Minggu (21/9) waktu setempat, setelah bentrokan sengit yang melukai sedikitnya 18 orang, termasuk polisi dan jurnalis.
Unjuk rasa yang dipimpin secara kolektif oleh generasi muda atau Gen Z Peru ini, seperti dilansir AFP, Senin (22/9/2025), melakukan aksi long march ke kantor pemerintahan Presiden Dina Boluarte di pusat kota Lima, dengan para personel kepolisian dikerahkan untuk mengawal jalannya aksi protes.
Kerusuhan telah berlangsung selama berbulan-bulan di Peru, yang dipicu oleh gelombang kejahatan terorganisir dan maraknya kasus pemerasan. Beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa banyak warga Peru memandang pemerintah dan Kongres, yang didominasi kalangan konservatif, adalah korup.
Unjuk rasa semakin meluas pekan lalu setelah badan legislatif Peru mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk bergabung dengan dana pensiun swasta, meskipun banyak yang menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman.
Pada Minggu (21/9) malam, sekelompok demonstran melemparkan batu dan bom molotov ke arah polisi, yang kemudian direspons dengan tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh para personel kepolisian.
"Saya sangat marah, saya merasa benar-benar disesatkan oleh pemerintahan ini... dan Kongres yang melayani partai-partai politik," ucap Xiomi Aguiler (28) yang ikut dalam unjuk rasa. Dia menyebut para partai politik sebagai "mafia yang mengakar di negara ini".
Seorang mahasiswa Peru bernama Jonatan Esquen, yang baru berusia 18 tahun, menyebut unjuk rasa itu merupakan "awal dari kebangkitan, karena orang-orang akhirnya menyadari bahwa anak muda lebih aktif di media sosial dan di arena politik".
(nvc/ita)