Para anggota parlemen di Peru memutuskan untuk memakzulkan Presiden Dina Boluarte dalam sidang darurat yang digelar pada Kamis (9/10) malam waktu setempat. Boluarte sendiri menolak hadir di sidang Kongres tersebut.
Boluarte sebelumnya telah ramai dikritik karena gagal membendung gelombang kejahatan. Masa jabatannya sejak Desember 2022 terus diwarnai aksi protes. Sidang pemakzulannya berlangsung setelah sejumlah blok politik menyerukan pencopotan Boluarte dari jabatannya.
Boluarte dikenal sebagai salah satu pemimpin paling tidak populer di dunia, dengan tingkat penerimaan publik hanya berkisar antara 2-4 persen. Perempuan berumur 63 tahun itu dituduh memperkaya diri secara ilegal dan bertanggung jawab atas penindakan mematikan terhadap para demonstran
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang pemakzulan, mayoritas 118 dari 122 anggota parlemen mendukung pemakzulannya. Dengan putusan ini, Boluarte dicopot dari jabatan presiden, demikian diumumkan oleh pemimpin Kongres Jose Jeri, dilansir kantor berita AFP, Jumat (10/10/2025).
Kerusuhan telah berlangsung selama berbulan-bulan di Peru, yang dipicu oleh gelombang kejahatan terorganisir dan maraknya kasus pemerasan. Beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa banyak warga Peru memandang pemerintah dan Kongres, yang didominasi kalangan konservatif, adalah korup.
Unjuk rasa semakin meluas pekan lalu setelah badan legislatif Peru mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk bergabung dengan dana pensiun swasta, meskipun banyak yang menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman.
Pada Minggu (21/9) malam, sekelompok demonstran melemparkan batu dan bom molotov ke arah polisi, yang kemudian direspons dengan tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh para personel kepolisian.
"Saya sangat marah, saya merasa benar-benar disesatkan oleh pemerintahan ini... dan Kongres yang melayani partai-partai politik," ucap Xiomi Aguiler (28) yang ikut dalam unjuk rasa. Dia menyebut para partai politik sebagai "mafia yang mengakar di negara ini".
Seorang mahasiswa Peru bernama Jonatan Esquen, yang baru berusia 18 tahun, menyebut unjuk rasa itu merupakan "awal dari kebangkitan, karena orang-orang akhirnya menyadari bahwa anak muda lebih aktif di media sosial dan di arena politik".
Aksi turun ke jalanan pada Minggu (21/9) itu digelar sehari setelah bentrokan sengit terjadi antara para demonstran dan polisi di dekat kantor kepresidenan dan gedung parlemen. Sekitar 18 orang, menurut data otoritas setempat dan organisasi independen, mengalami luka-luka dalam bentrokan pada Sabtu (20/9).
Para korban luka terdiri atas 12 polisi dan enam jurnalis setempat.
Saksikan LiveDetikSore:
Simak juga Video: Bendera One Piece Berkibar Lagi, Kali Ini di Aksi Gen Z Peru