Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menyatakan bencana kelaparan di Jalur Gaza, Palestina. Namun warga Palestina menilai deklarasi PBB itu terlambat.
Pengumuman PBB tersebut datang setelah berbulan-bulan peringatan mengenai krisis pangan di Gaza. Pada akhir Juli lalu, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), sebuah inisiatif yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan peringatan kriris kelaparan akibat konflik di Gaza.
IPC menyebut semakin banyak bukti menunjukkan bahwa kelaparan, malnutrisi, dan penyakit yang meluas mendorong peningkatan kematian akibat kelaparan. Tercatat lebih dari 20.000 anak dirawat untuk perawatan malnutrisi akut antara April dan pertengahan Juli. Jumlah itu di antaranya 3.000 anak lebih mengalami malnutrisi parah.
"Data terbaru menunjukkan bahwa ambang batas kelaparan telah tercapai untuk konsumsi pangan di sebagian besar Jalur Gaza dan untuk malnutrisi akut di Kota Gaza," demikian bunyi peringatan tersebut, yang menyerukan tindakan segera untuk mengakhiri permusuhan dan memungkinkan respons kemanusiaan yang luas, tanpa hambatan, dan menyelamatkan nyawa.
Pada bulan Mei, IPC melaporkan bahwa seluruh penduduk daerah kantong tersebut mengalami "ingkat ketahanan pangan akut yang tinggi. Dan wilayah tersebut berada dalam risiko tinggi kelaparan, jenis krisis kelaparan yang paling parah.
PBB Umumkan Bencana Kelaparan
Seperti dilansir AFP, Jumat (22/8), laporan panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menyebut sedikitnya 500.000 orang di Gaza menghadapi "bencana besar" kelaparan. Kepala bantuan PBB Tom Fletcher menegaskan bahwa krisis ini sebenarnya bisa dicegah jika akses bantuan tidak dihambat.
"Ini adalah kelaparan yang sebenarnya bisa kita cegah jika kita diizinkan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena hambatan sistematis oleh Israel," kata Fletcher di Jenewa.
IPC juga memproyeksikan bahwa pada akhir September, jumlah warga yang terdampak bisa mencapai 641.000 orang atau hampir sepertiga populasi Gaza. Kelaparan diperkirakan meluas hingga Deir al-Balah dan Khan Younis.
(wia/idn)