Presiden Rusia Vladimir Putin menyetujui perubahan doktrin nuklir negaranya. Langkah Putin mengundang berbagai reaksi dari Amerika Serikat (AS) hingga Ukraina.
Dirangkum detikcom, Rabu (20/11/2024), doktrin nuklir terbaru ini menyatakan Rusia bisa mempertimbangkan untuk menggunakan senjata nuklirnya, jika dihantam serangan rudal konvensional yang didukung oleh negara berkekuatan nuklir.
Disetujuinya doktrin nuklir terbaru Rusia oleh Putin ini menjadi peringatan tersendiri untuk Amerika Serikat (AS), yang mendukung Ukraina dengan pasokan persenjataan selama perang berlangsung sejak tahun 2022 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persetujuan untuk perubahan doktrin nuklir resmi Rusia, seperti dilansir Reuters, Selasa (19/11/2024), menjadi jawaban Kremlin terhadap keputusan pemerintahan Presiden Joe Biden yang mengizinkan Ukraina menembakkan rudal jarak jauh pasokan AS untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia.
Uraian Doktrin
Doktrin nuklir yang diperbarui ini menguraikan ancaman-ancaman yang bisa menjadi dasar bagi pemimpin Rusia untuk mempertimbangkan serangan nuklir.
Disebutkan dalam doktrin nuklir terbaru itu, bahwa serangan dengan rudal konvensional, drone atau pesawat tempur dapat dianggap memenuhi kriteria tersebut.
Tidak hanya itu, menurut doktrin nuklir ini, setiap agresi terhadap Rusia yang dilakukan oleh sebuah negara yang merupakan anggota koalisi akan dianggap oleh Moskow sebagai agresi oleh seluruh anggota koalisi itu. Ketentuan ini tampaknya merujuk pada aliansi militer Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Beberapa pekan sebelum pemilihan presiden (pilpres) AS digelar, Putin memerintahkan perubahan doktrin nuklir untuk menegaskan bahwa setiap serangan konvensional terhadap Rusia yang dibantu oleh negara kekuatan nuklir dapat dianggap sebagai serangan bersama terhadap Moskow.
Perang yang berlangsung selama 2,5 tahun terakhir di Ukraina telah memicu konfrontasi paling parah antara Rusia dan negara-negara Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962 silam, yang dianggap sebagai krisis yang hampir membawa Moskow dan Washington ke dalam perang nuklir.
Kremlin, pada Senin (18/11), menyebut keputusan Biden untuk mengizinkan Ukraina menyerang wilayah Rusia dengan rudal jarak jauh pasokan AS sebagai keputusan yang sembrono dan memperingatkan akan memberikan respons atas langkah tersebut.
Beberapa waktu terakhir, Rusia berulang kali memperingatkan bahwa negara-negara Barat sedang bermain api dengan memancing batasan-batasan yang mungkin atau tidak mungkin ditoleransi oleh negara yang memiliki kekuatan nuklir.
Putin, pada September lalu, mengatakan bahwa persetujuan Barat terhadap penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina berarti "keterlibatan langsung negara-negara NATO, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa dalam perang di Ukraina" karena infrastruktur dan personel militer NATO harus dilibatkan saat menargetkan dan menembakkan rudal.
Lihat Video: Putin Umumkan Rusia akan Gelar Latihan Penggunaan Senjata Nuklir
AS mengaku tak terkejut atas langkah yang diambil Putin. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
AS Tak Terkejut
Amerika Serikat (AS) mengaku tidak terkejut dengan pengumuman terbaru Rusia soal perubahan doktrin nuklir yang telah disetujui oleh Putin. Washington menyebut Moskow sudah memberikan isyarat soal niatnya mengamendemen doktrin penggunaan senjata nuklirnya beberapa waktu terakhir.
Pernyataan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (20/11/2024), disampaikan oleh juru bicara Dewan Keamanan Nasional pada Gedung Putih saat menanggapi pengumuman Kremlin soal Putin memberikan persetujuan untuk doktrin nuklir Rusia yang diperbarui atau diamandemen.
Doktrin nuklir terbaru itu menyatakan Rusia kini bisa mempertimbangkan untuk menggunakan senjata nuklirnya, jika dihantam serangan rudal konvensional yang didukung oleh negara yang juga memiliki kekuatan nuklir.
"Kami tidak terkejut dengan pengumuman Rusia soal mereka akan memperbarui doktrin nuklirnya," ucap juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS dalam pernyataannya.
Disebutkan juru bicara itu bahwa Moskow sebenarnya telah "memberikan isyarat soal niatnya" untuk melakukan hal tersebut selama beberapa pekan terakhir.
Dalam tanggapan lebih lanjut, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS mengecam langkah Rusia itu sebagai "retorika yang tidak bertanggung jawab". "Ini lebih merupakan retorika tidak bertanggung jawab yang sama dari Rusia, yang telah kita saksikan selama dua tahun terakhir," sebutnya.
Namun demikian, menurut juru bicara itu, Washington saat ini tidak melihat adanya kebutuhan untuk mengubah postur kekuatan nuklir mereka sendiri.
"Melihat tidak adanya perubahan pada postur nuklir Rusia, kami belum melihat adanya alasan untuk menyesuaikan postur atau doktrin nuklir kami sebagai tanggapan atas pernyataan Rusia hari ini," tegasnya.
Ukraina: Gertakan untuk Takut-takuti Barat
Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andriy Sybiga, menganggap langkah Rusia yang memperbarui doktrin nuklirnya sebagai "gertakan".
Sybiga mengingatkan sekutu-sekutu Barat untuk tetap "berpikiran jernih dan tidak menyerah pada rasa takut" dalam menghadapi langkah terbaru Moskow tersebut.
Sybiga, seperti dilansir AFP, Rabu (20/11/2024), menyampaikan pernyataan itu saat berbicara dalam sidang Kongres Amerika Serikat (AS) di Gedung Capitol, Washington DC, pada Selasa (19/11) waktu setempat. Gedung Putih sebelumnya menyebut langkah Rusia itu sebagai "retorika tidak bertanggung jawab".
"Saat ini, kami melihat upaya baru Kremlin dalam menggunakan gertakan nuklir untuk menakut-nakuti Barat," ucap Sybiga dalam pernyataannya.
"Retorika publik nuklir mereka yang diperbarui soal penggunaan senjata nuklir tidak lebih dari sekedar pemerasan," sebutnya.
"Mereka telah menggunakannya berkali-kali sebelumnya ketika keputusan kuat diambil. Kita harus tetap berkepala dingin, berpikiran jernih dan tidak menyerah pada rasa takut," cetus Sybiga dalam pernyataannya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Seruan China Usai Putin Setujui Dekrit Senjata Nuklir
Otoritas China turut mengomentari langkah terbaru Putin yang menyetujui perubahan doktrin nuklir negaranya, saat ketegangan meningkat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengizinkan Ukraina menyerang Moskow dengan rudal jarak jauh pasokan negara-negara Barat.
Kementerian Luar Negeri China, seperti dilansir AFP, Rabu (20/11/2024), menyerukan semua pihak untuk "tenang" dan "menahan diri" usai Putin, pada Selasa (19/11) waktu setempat, menandatangani dekrit yang menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir Rusia.
"Dalam situasi saat ini, semua pihak harus tetap tenang dan menahan diri, bekerja sama melalui dialog dan konsultasi untuk meredakan ketegangan dan mengurangi risiko strategis," cetus juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, saat ditanya soal langkah terbaru Putin tersebut.
"Sikap China yang mendorong semua pihak untuk meredakan ketegangan dan berkomitmen terhadap resolusi politik bagi krisis Ukraina tetap tidak berubah," tegasnya.
"China akan terus memainkan peran konstruktif dalam hal ini," cetus Lin dalam pernyataannya.
Menyusul perubahan doktrin nuklir Rusia itu, seorang pejabat senior Ukraina mengatakan kepada AFP bahwa pasukan Kyiv telah melancarkan serangan terhadap wilayah Bryansk di Rusia pada Selasa (19/11) dengan menggunakan rudal ATACMS -- merujuk pada Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat yang dipasok AS.
Langkah terbaru Rusia mengubah doktrin nuklir itu menuai kecaman AS, Inggris dan Uni Eropa yang menyebutnya sebagai "retorika yang tidak bertanggung jawab".
Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron, saat berbicara kepada wartawan di sela-sela KTT G20 di Brasil, mengungkapkan dirinya telah meminta Presiden China Xi Jinping untuk "menggunakan semua pengaruhnya" dengan Putin dalam upaya mewujudkan deeskalasi.
Macron mengatakan China, yang merupakan sekutu Rusia, memiliki "kapasitas untuk bernegosiasi dengan Presiden Putin sehingga dia menghentikan serangan-serangannya" terhadap Ukraina.
China selama ini menampilkan diri sebagai pihak netral dalam konflik Rusia-Ukraina, dan menegaskan pihaknya tidak mengirimkan bantuan mematikan pada kedua negara itu, tidak seperti AS dan negara-negara Barat lainnya.
Namun Beijing tetap menjadi sekutu dekat Moskow dalam bidang politik dan ekonomi. Negara-negara anggota NATO menyebut China sebagai "pendukung yang menentukan" dalam perang yang berkecamuk di Ukraina sejak tahun 2022 lalu, yang tidak pernah dikecam oleh Beijing.
Lihat Video: Putin Umumkan Rusia akan Gelar Latihan Penggunaan Senjata Nuklir