Dua terpidana mati di Amerika Serikat dieksekusi mati pada hari Selasa (24/9), termasuk seorang pria kulit hitam yang tetap bersikeras dirinya tidak bersalah, dan mendapat dukungan dari kelompok-kelompok hak sipil.
Marcellus Williams, 55 tahun, dijatuhi hukuman mati di negara bagian Missouri atas pembunuhan Felicia Gayle, seorang mantan wartawati surat kabar, pada tahun 1998.
Pria itu dinyatakan meninggal pada pukul 18.10 waktu setempat pada hari Selasa (24/9), menurut Departemen Pemasyarakatan Missouri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Travis Mullis, 38 tahun, juga dihukum mati di Huntsville, Texas karena menginjak-injak putranya yang berusia tiga bulan, Alijah Mullis, hingga tewas pada tahun 2008.
"Saya menyesali keputusan untuk mengakhiri hidup anak saya, saya minta maaf kepada ibu dari anak saya, keluarga korban," kata Mullis dalam pernyataan terakhirnya, dilansir kantor berita AFP, Rabu (25/9/2024).
Kedua pria itu dieksekusi dengan suntikan mematikan, sehingga jumlah total eksekusi mati di AS tahun ini menjadi 16 orang.
Williams bersikeras bahwa dia tidak bersalah dan kelompok hak-hak sipil NAACP telah mendesak Gubernur Michael Parson untuk menunda eksekusi matinya.
Parson pada hari Selasa mengatakan bahwa eksekusi Williams di Missouri akan tetap dilaksanakan meskipun ada protes.
"Tidak ada juri atau pengadilan, termasuk di tingkat pengadilan, banding, dan Mahkamah Agung, yang pernah menemukan dasar dalam klaim tidak bersalahnya Tuan Williams. Pada akhirnya, vonis bersalah dan hukuman matinya ditegakkan," kata Parson dalam sebuah pernyataan.
Mahkamah Agung AS juga telah menolak permintaan terakhir untuk menunda eksekusi mati Williams pada hari Selasa (24/9) waktu setempat.
Felicia Gayle ditemukan tewas di rumahnya di St. Louis, Missouri. Perempuan itu ditikam 43 kali dengan pisau dapur selama apa yang tampak seperti perampokan.
Williams, yang sebelumnya pernah dihukum karena perampokan dan pencurian, dihukum berdasarkan kesaksian mantan teman satu sel penjara dan mantan pacarnya, meskipun DNA-nya tidak ditemukan pada pisau atau di tempat kejadian perkara.
Eksekusinya ditunda oleh Mahkamah Agung Missouri pada tahun 2015, dan kembali ditunda oleh gubernur negara bagian Missouri saat itu, Eric Greitens pada tahun 2017, setelah ditemukannya DNA laki-laki pada pisau yang tidak cocok dengan DNA milik Williams.
Tahun ini, jaksa penuntut setempat memulai proses hukum untuk membatalkan hukuman matinya. Namun, pada hari Senin, Mahkamah Agung negara bagian itu memutuskan dengan suara bulat, bahwa eksekusi mati Williams tidak akan dihentikan.