Para pemimpin Muslim yang menyampaikan pidato di PBB pada Selasa (19/9) waktu setempat, mengecam negara-negara Barat atas pembakaran Al-Qur'an, dan menyebut tindakan-tindakan yang dilindungi sebagai kebebasan berpendapat sebagai tindakan yang diskriminatif.
Swedia telah mengalami serangkaian aksi pembakaran Al-Qur'an. Pemerintah negara tersebut menyuarakan kecaman, namun mengatakan pihaknya tidak dapat menghentikan tindakan yang dilindungi undang-undang kebebasan berekspresi tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa negara-negara Barat sedang melihat "wabah" rasisme termasuk Islamofobia.
"Ini telah mencapai tingkat yang tidak dapat ditoleransi," katanya dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB.
"Sayangnya, politisi populis di banyak negara terus bermain api dengan mendorong tren berbahaya tersebut," ujar Erdogan, dikutip kantor berita AFP, Rabu (20/9/2023).
"Mentalitas yang mendorong serangan keji terhadap Al-Qur'an di Eropa, dengan membiarkannya berkedok kebebasan berekspresi, pada dasarnya menggelapkan masa depan (Eropa) melalui tangan mereka sendiri," cetus pemimpin Turki tersebut.
Aksi-aksi protes di Swedia yang melibatkan pembakaran Al-Qur'an diorganisir oleh pengungsi asal Irak, Salwan Momika, memicu kemarahan di Timur Tengah termasuk negara asalnya.
Sementara itu, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengangkat Al-Qur'an di mimbar PBB.
"Api rasa tidak hormat tidak akan mengalahkan kebenaran ilahi," kata Raisi, seraya menuduh Barat berupaya "mengalihkan perhatian dengan alat kebebasan berpendapat."
Simak juga 'Saat Demo Besar-besaran di Baghdad Buntut Pembakaran Al-Qur'an di Denmark':
(ita/ita)