China dan Rusia telah menyebabkan Amerika Serikat (AS) bergerak lebih cepat mengembangkan senjata hipersonik. Pentagon tengah berusaha mempercepat pengujian dan penelitian, demi menghindari ketertinggalan dari kedua negara itu.
Seperti dilansir CNN, Senin (21/11/2022), hal tersebut diungkapkan oleh pejabat senior Angkatan Laut AS yang bertanggung jawab atas upaya-upaya AS dalam pengembangan senjata hipersonik.
"Hingga baru-baru ini, belum ada pendorong nyata bagi kami untuk menggunakan teknologi itu dan menempatkannya ke dalam sistem persenjataan. Kebutuhannya dulu tidak ada," sebut direktur program Sistem Strategis Angkatan Laut AS, Laksamana Madya Johnny Wolfe.
"Kebutuhannya sekarang ada, itulah sebabnya kami memiliki rasa urgensi untuk mendapatkannya setelah ini," ujarnya.
Berbicara kepada CNN bulan lalu saat AS menggelar dua uji peluncuran roket untuk mengumpulkan data pengembangan hipersonik, Wolfe mengakui bahwa China dan Rusia telah mengembangkan persenjataan yang belum dimiliki AS.
Masing-masing dari dua uji peluncuran itu melibatkan belasan eksperimen berbeda dalam berbagai bidang, seperti material tahan panas, elektronik sangat canggih, dan material yang ringan. Semuanya itu diperlukan untuk bisa mengembangkan dan mengerahkan senjata hipersonik dengan sukses.
Rusia telah mengerahkan rudal hipersonik Kinzhal buatannya di Ukraina, yang mungkin menandai pertama kalinya persenjataan semacam itu digunakan dalam perang. Sementara dalam uji coba tahun lalu, sebuah rudal hipersonik buatan China mengudara mengelilingi Bumi sebelum menghantam target.
"China dan Rusia merupakan pendorongnya," ucap Wolfe.
Senjata hipersonik mampu bergerak dengan kecepatan lebih dari Mach 5, atau sekitar 4.000 mil per jam (6.437 kilometer per jam), yang menjadikannya sulit dideteksi dan dicegat tepat waktu. Rudal ini juga bisa bermanuver dan memvariasikan ketinggian, yang memungkinkannya menghindari sistem pertahanan rudal.
(nvc/ita)