Gegara China-Rusia, AS Percepat Pengembangan Senjata Hipersonik!

Gegara China-Rusia, AS Percepat Pengembangan Senjata Hipersonik!

Novi Christiastuti - detikNews
Senin, 21 Nov 2022 15:39 WIB
The U.S. Navy guided-missile cruiser USS Monterey is lit as it fires Tomahawk land attack missiles in this still image from Pentagons video released on April 14, 2018.   U.S. Navy Lt. j.g Matthew Daniels/Handout via REUTERS. ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY
Ilustrasi rudal AS (dok. Reuters)
Washington DC -

China dan Rusia telah menyebabkan Amerika Serikat (AS) bergerak lebih cepat mengembangkan senjata hipersonik. Pentagon tengah berusaha mempercepat pengujian dan penelitian, demi menghindari ketertinggalan dari kedua negara itu.

Seperti dilansir CNN, Senin (21/11/2022), hal tersebut diungkapkan oleh pejabat senior Angkatan Laut AS yang bertanggung jawab atas upaya-upaya AS dalam pengembangan senjata hipersonik.

"Hingga baru-baru ini, belum ada pendorong nyata bagi kami untuk menggunakan teknologi itu dan menempatkannya ke dalam sistem persenjataan. Kebutuhannya dulu tidak ada," sebut direktur program Sistem Strategis Angkatan Laut AS, Laksamana Madya Johnny Wolfe.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebutuhannya sekarang ada, itulah sebabnya kami memiliki rasa urgensi untuk mendapatkannya setelah ini," ujarnya.

Berbicara kepada CNN bulan lalu saat AS menggelar dua uji peluncuran roket untuk mengumpulkan data pengembangan hipersonik, Wolfe mengakui bahwa China dan Rusia telah mengembangkan persenjataan yang belum dimiliki AS.

ADVERTISEMENT

Masing-masing dari dua uji peluncuran itu melibatkan belasan eksperimen berbeda dalam berbagai bidang, seperti material tahan panas, elektronik sangat canggih, dan material yang ringan. Semuanya itu diperlukan untuk bisa mengembangkan dan mengerahkan senjata hipersonik dengan sukses.

Rusia telah mengerahkan rudal hipersonik Kinzhal buatannya di Ukraina, yang mungkin menandai pertama kalinya persenjataan semacam itu digunakan dalam perang. Sementara dalam uji coba tahun lalu, sebuah rudal hipersonik buatan China mengudara mengelilingi Bumi sebelum menghantam target.

"China dan Rusia merupakan pendorongnya," ucap Wolfe.

Senjata hipersonik mampu bergerak dengan kecepatan lebih dari Mach 5, atau sekitar 4.000 mil per jam (6.437 kilometer per jam), yang menjadikannya sulit dideteksi dan dicegat tepat waktu. Rudal ini juga bisa bermanuver dan memvariasikan ketinggian, yang memungkinkannya menghindari sistem pertahanan rudal.

Menurut Badan Penelitian Kongres, Pentagon meminta anggaran US$ 4,7 miliar untuk penelitian hipersonik untuk tahun fiskal berikutnya -- naik dari US$ 3,8 miliar. AS diketahui tengah mengembangkan sejumlah program senjata hipersonik yang berbeda jenisnya di seluruh dinas militer, namun rentetan kegagalan dalam uji coba mengganggu program-program tertentu.

Angkatan Udara AS sukses melakukan uji coba Senjata Respons Cepat yang diluncurkan dari udara (ARRW), namun itu terjadi setelah tiga uji coba gagal secara berturut-turut. Common Hypersonic Glide Body, gabungan antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut, juga mengalami kegagalan dalam uji coba pertama untuk sistem penuhnya.

Namun Wolfe menyebut kegagalan tidak seharusnya menjadi kata kotor karena sistem hipersonik berada di ujung tombak kemampuan terkini. "Setiap uji coba merupakan peluang untuk belajar, terlepas apa pun hasilnya," sebutnya.

"Saya pikir kegagalan adalah bagian dari proses. Ketika Anda melihat pada teknologi canggih dan Anda melihat bagaimana Anda sungguh-sungguh ingin bersandar dan mendapatkan sesuatu di tangan dengan cepat, kita harus menerima fakta bahwa untuk melakukan itu, kita harus mengambil risiko," imbuh Wolfe.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads