Setahun sudah Taliban kembali berkuasa di Afghanistan. Isu hak kaum perempuan menjadi sorotan.
Setelah sempat berkuasa pada 1996 hingga 2001 silam, Taliban berkuasa lagi di Afghanistan pada 15 Agustus 2021 lalu. Sejak saat itu, hak-hak perempuan untuk bekerja dan beraktivitas di sektor publik menjadi lebih terbatas. Pendidikan untuk kaum perempuan juga menjadi keprihatinan.
Dilansir The New Arab, Juli lalu, Taliban memerintahkan wanita-wanita yang bekerja pada lembaga pemerintahan untuk mengirimkan kerabat pria mereka guna menggantikan mereka bekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan media Inggris, The Guardian, menyebut sebanyak 60 pekerja wanita di Kementerian Keuangan Afghanistan menerima panggilan telepon dari Taliban. Taliban disebut meminta mereka merekomendasikan kerabat pria untuk menggantikan mereka karena 'beban kerja di kantor telah meningkat'.
Anak perempuan di beberapa provinsi Afghanistan dilarang bersekolah selama lebih dari setahun dan wanita di berbagai sektor diberhentikan dari pekerjaannya.
Padahal sesaat kembali berkuasa, Taliban sempat memberi angin surga untuk hak-hak perempuan. Ternyata, kondisinya tidak jauh berbeda ketimbang akhir tahun 1990-an silam.
Deutsche Welle (DW) menyoroti hak-hak perempuan-perempuan Afghanistan di momen setahun Taliban berkuasa sekarang ini:
Simak juga 'Ikuti Peraturan Taliban, Presenter TV Afghanistan Tampil Memakai Burka':
Sorotan
Monesa Mubarez adalah mantan Direktur Pengawasan di Kementerian Keuangan di Afghanistan. Namun kini setelah Taliban berkuasa lagi, Monesa kehilangan pekerjaannya. Mereka membatasi hak perempuan bekerja, memaksakan pakaian tertutup dan menutup sekolah perempuan di penjuru negeri.
"Satu perang berakhir, tapi perjuangan untuk menjamin hak perempuan Afganistan baru saja dimulai," kata dia. "Kami akan bersuara lantang terhadap setiap ketidakadilan sampai nafas terakhir," kata Monesa Mubarez yang menetap di Kabul itu, dilansir DW.
![]() |
Itu hanyalah salah satu potret. Para perempuan lain juga punya masalah serupa. Mereka berdemonstrasi meski berisiko diciduk aparat Taliban. Monesa tak gentar. Acara-acara tertutup digelar oleh oposisi perempuan.
Utusan Perempuan PBB untuk Afganistan, Alison Davidian, mengatakan kisah Monesa bukan hal unik di Afganistan.
"Bagi banyak perempuan di dunia, berjalan di luar rumah adalah hal biasa," ujarnya, "tapi bagi banyak perempuan Afganistan, hal sederhana ini bernilai besar. Ia adalah sebuah perlawanan."
Selanjutnya, hak pendidikan perempuan:
Hak pendidikan perempuan
Pejabat senior Taliban di sejumlah kementerian mengklaim semua kebijakan dibuat oleh pemimpin tertinggi, yang bersikeras menerapkan Syariah Islam sesuai interpretasi pribadi. Saat ini Afganistan tercatat sebagai satu-satunya negara di dunia yang melarang perempuan belajar di sekolah menegah atas dan perguruan tinggi.
Maret lalu, Taliban mengumumkan akan membuka sekolah menengah pertama bagi murid perempuan. Tapi keputusan itu diralat keesokan paginya, ketika anak perempuan berduyun-duyun datang ke sekolah.
![]() |
Baca juga: Afghanistan Satu Tahun di Bawah Taliban |
"Kami berharap sekolah akan kembali dibuka," kata Kerishma Rasheedi, yang berusia 16 tahun, yang sementara ini belajar dengan guru privat. Dia ingin mencari suaka ke luar negeri jika Taliban tetap melarang perempuan bersekolah. "Saya tidak akan berhenti belajar," katanya.
Sejauh ini, upaya dunia internasional melindungi hak perempuan Afganistan terbentur sikap keras Taliban. Sebagian perempuan mengaku terpaksa menerima norma baru demi mencari nafkah.
"Saya cinta pekerjaan saya," kata Gulestan Safari, yang berusia 45 tahun, soal profesinya sebagai perwira polisi perempuan. "Kami bisa membeli apapun yang kami mau, daging, buah-buahan..." imbuhnya. Kini Safari bekerja sebagai buruh domestik untuk menyambung hidup.