Krisis bahan bakar yang menyelimuti Lebanon sejak awal musim panas masih berlanjut. Perkara ini kemudian memakan korban jiwa.
Dilansir AFP, Selasa (10/8/2021), dua tindak kekerasan terpisah yang dipicu kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Lebanon bagian utara menelan tiga korban jiwa. Selain kelangkaan BBM, krisis ekonomi parah juga memantik kelangkaan berbagai kebutuhan pokok warga dan kerap berujung konfrontasi.
Bank Dunia pun menyebut krisis ekonomi yang kini melanda Lebanon sebagai yang terburuk sejak pertengahan abad ke-19.
Menurut data Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), kini nyaris 80 persen populasi Lebanon hidup dalam kemiskinan.
Pengimpor bahan bakar, yang menyalahkan krisis ini karena penundaan oleh bank sentral Lebanon dalam pembukaan jalur kredit untuk mendanai impor, menerapkan jatah pasokan sangat ketat. Situasi ini memicu antrean panjang selama berjam-jam di sejumlah pom bensin setempat dan seringkali diwarnai teriakan warga, adu jotos dan bahkan penembakan fatal yang membutuhkan penjagaan ketat pasukan keamanan.
Senin (9/8) waktu setempat, seorang pria ditembak di sebuah pom bensin di desa Bakhoun, Lebanon bagian utara, setelah terjadi perkelahian akibat seorang pengendara berusaha memotong antrean panjang. Pria yang tidak disebut namanya itu meninggal dunia di rumah sakit, akibat luka-luka yang dideritanya. Laporan kantor berita National News Agency (NNA) menyebutkan pelaku penembakan telah menyerahkan diri kepada pihak berwenang.
Insiden lainnya terjadi di kota Tripoli, Lebanon bagian utara, pada Jumat (6/8) waktu setempat, ketika sebuah perkelahian terjadi akibat ketidaksepakatan dalam transaksi jual-beli bahan bakar. Perkelahian itu diwarnai baku tembak dan menewaskan dua pria. NNA dalam laporannya, seperti dilansir Associated Press, menyebut bahwa sebuah granat tangan juga digunakan dalam perkelahian itu.
(gbr/isa)