Sosok Kyaw Moe Tun, Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menjadi sorotan publik internasional setelah dipecat oleh pemerintahan militer karena menyuarakan penghentian kudeta di Myanmar.
Dengan berani, Tun menyerukan akan terus melawan militer Myanmar yang kini didesak oleh banyak pihak untuk mengembalikan demonstrasi di negara ini. Di depan representasi PBB di Jenewa, Kyaw Moe Tun mengatakan bahwa dirinya berbicara untuk pemerintah Suu Kyi dan meminta bantuan untuk membatalkan "kudeta militer ilegal dan inkonstitusional."
"Saya memutuskan untuk melawan selama saya bisa, "kata Kyaw Moe Tun, seperti dilansir Reuters, Minggu (28/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu bagaimana sosok Kyaw Moe Tun yang berani menentang militer itu? berikut profilnya melansir dari situs resmi perwakilan Myanmar untuk PBB.
Pendidikan
Kyaw Moe Tun meraih gelar sarjana Hubungan Internasional di Universitas Yangon, Myanmar pada 1992. Pendidikan Tun tak berhenti di jenjang sarjana, ia kembali meneruskan gelar master di Jepang pada 2002. Ia meraih gelar Master Administrasi Bisnis dari International University of Japan, Niigata, Japan (2002-2004).
Tun pernah menjadi peneliti tamu di Institute for Security and Development Policy (ISDP), Stockholm, Swedia dari bulan April hingga Juni 2011.
Perjalanan Karir
Kyaw Moe Tun menjabat sebagai Dubes Myanmar untuk PBB sejak Juli 2018 hingga dicopot oleh militer pada 27 Februari 2021. Semasa jabatannya ia terus menggemakan aksi melawan militer dan meminta kudeta dibatalkan.
Sebelum menjabat sebagai Dubes, lulusan magister Jepang ini diketahui sudah malang-melintang di dunia politik dengan bergabung bersama Kementerian Luar Negeri pada 1993 sebagai Kepala Cabang atau sekretaris ketiga.
Dari tahun 1997-2001, ia hijrah ke Jakarta, Indonesia guna mengemban amanah sebagai Sekretaris Ketiga di Kedutaan Myanmar di Indonesia.
Simak video 'Myanmar Minta Bantuan Terkait Kudeta Militer di Forum PBB':
Mengembang amanah sebagai representasi Myanmar, ia kerap berpindah negara. Setelah menyelesaikan tugasnya di Jakarta, ia kembali ke Yangon dan menjabat sebagai Kepala Cabang atau Asisten Direktur di Departemen Protokol Kementerian Luar Negeri, Yangon pada 2001-2002.
Ia dipindahkan dan menjabat sebagai First and Counselor di Misi Permanen Myanmar untuk PBB di New York dari 2005-2009. Ia kembali ke Naypyitaw, Myanmar dan menjabat sebagai Direktur Deputi di Departemen Politik Kementerian Luar Negeri Myanmar pada 2009-2011.
Tak berhenti disitu, Tun kembali dipindahkan sebagai Konselor atau Penasihat Menteri di Kedutaan Besar Myanmar di Singapura pada 2011-2012.
Kembali ke PBB, pada 2012-2015, Tun menjabat sebagai Minister Counselior dalam Misi Tetap Myanmar untuk PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa. Kemudian dirinya juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Organisasi Internasional dan Departemen Ekonomi Kementerian Luar Negeri, Naypyidaw, Myanmar dari September 2016-Juli 2018.
Diketahui pada Sabtu lalu (27/2) saluran televisi pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa Kyaw Moe Tun telah dipecat dari posisinya sebagai Duta Besar Myanmar untuk PBB karena dianggap mengkhianati negara.
Meski namannya dicopot sepihak oleh militer, secara resmi ayah satu orang anak ini masih merupakan bagian dari PBB.
"Namun, Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara resmi mengakui junta militer sebagai pemerintah baru Myanmar karena belum menerima pemberitahuan resmi tentang perubahan apa pun," kata seorang pejabat PBB, yang berbicara tanpa menyebut nama, sehingga Kyaw Moe Tun tetap menjadi duta besar Myanmar untuk saat ini.
"Kami belum menerima komunikasi apapun mengenai perubahan representasi Myanmar di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.