Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan militer Myanmar akan adanya "konsekuensi parah" atas setiap tindakan keras terhadap pengunjuk rasa antikudeta.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (16/2/2021) peringatan itu disampaikan utusan Khusus PBB, Christine Schraner Burgener dalam panggilan telepon dengan Wakil Kepala Militer Myanmar pada Senin lalu (15/2). Komunikasi antara PBB dan militer Myanmar itu menjadi hal istimewa lantaran sebelumnya jarang dilakukan.
"Schraner Burgener telah menegaskan bahwa hak berkumpul secara damai harus sepenuhnya dihormati dan bahwa para demonstran tidak dikenai pembalasan," kata juru bicara PBB Farhan Haq di kantornya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia telah menyampaikan kepada militer Myanmar bahwa dunia sedang mengawasinya, dan segala bentuk tindakan keras kemungkinan besar akan memiliki konsekuensi yang parah." imbuhnya.
Dalam pertemuan tersebut, militer Myanmar mengatakan orang nomor dua mereka, Soe Win, telah membahas rencana dan informasi tentang "situasi sebenarnya dari apa yang terjadi di Myanmar".
Selain mendesak militer Myanmar untuk menghormati hak asasi manusia dan institusi demokrasi, Schraner Burgener juga telah memperingatkan soal pemutusan saluran internet.
Diketahui bahwa para demonstran kembali turun ke jalan-jalan meski militer mengerahkan kendaraan lapis baja dan penjagaan tentara di beberapa kota besar pada akhir pekan lalu. Mereka terus mengecam kudeta dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan lainnya.
Simak Video: Kecam Militer Myanmar, PBB Kirim Utusan Khusus
Militer Myanmar telah melakukan pemutusan saluran internet selama dua malam berturut-turut. Tindakan itu menimbulkan kekhawatiran di antara para penentang kudeta.
"Ada kecurigaan bahwa pemadaman listrik ini untuk melakukan kegiatan yang tidak adil, termasuk penangkapan sewenang-wenang," kata kelompok Asosiasi Bantuan Tahanan Politik setempat, yang mencatat 426 penangkapan sejak kudeta.
Militer mengatakan pada Senin malam (15/2) bahwa aksi-aksi protes merusak stabilitas dan membuat orang ketakutan.
Kudeta militer di Myanmar telah memicu kemarahan dari negara-negara Barat, bahkan Amerika Serikat memberikan sejumlah sanksi terhadap para jenderal yang berkuasa.
Berbeda dengan negara-negara Barat, China melakukan pendekatan yang lebih lunak. Negeri Tirai Bambu itu menyebut alasan stabilitas harus menjadi prioritas, terlebih karena China memiliki kontak dekat dengan militer Myanmar.